Gara gara Obat Kadaluwarsa Yang Dibelinya di Apoteker Arraya Farma Lampung Selatan, Seorang Lansia Nyaris Tewas
Ditulis oleh Biro Pesawaran pada Juni 19, 2024
DRadioQu.com, LAMPUNG SELATAN – Seorang ibu bernama Tuaisah mengalami pengalaman pahit setelah mengonsumsi obat kadaluwarsa yang dibelinya dari sebuah Apotek di Lampung bulan 1 Mey 2024 lalu. Akibatnya, Tuaisah menderita penyakit serius sampai buang air besar Darah, meski keadaan Tuaisah saat ini sudah membaik, Selasa (18/06/2024).
Semua bermula ketika Tuaisah merasa sakit perut dan segera mencari obat Milanta di apotek terdekat. Saat tiba di Apotek, ia menanyakan obat yang biasa dikonsumsinya, namun harganya lebih mahal dari biasanya. Pihak Apotek menawarkan harga 40.000 rupiah, sedangkan Tuasiah hanya membawa uang 20.000 rupiah.
Dengan uang yang tidak mencukupi, Tuaisah meminta obat lain yang lebih murah. Pihak Apotek kemudian menawarkan obat sirup seharga 10.000 rupiah. Tuaisah meminta Apotek untuk memastikan kondisi obat tersebut.
“Obatnya masih bagus, Bu,” kata pihak Apotek meyakinkan Tuaisah.
Tuaisah pun percaya tanpa memeriksa tanggal Kedaluwarsa karena penglihatannya yang sudah terganggu akibat usianya yang lanjut. Sesampainya di rumah, ia segera mengonsumsi sirup tersebut. Namun, saat dituangkan ke dalam gelas, sirup itu sudah membeku. Karena ingin segera sembuh, Tuaisah menambahkan air ke dalam sirup yang beku dan mengaduknya hingga bisa diminum.
“Obat sirupnya sudah beku, tapi karena saya ingin sembuh, saya campur air sedikit dan saya aduk-aduk biar bisa diminum”, jelas Tuaisah.
Ketika anak Tuaisah mengetahui hal ini, ia segera membawa ibunya kembali ke Apotek untuk menanyakan kejadian tersebut. Namun, pihak Apotek hanya meminta maaf tanpa memberikan tanggung jawab yang berarti.
Keluarga Tuaisah merasa kecewa dengan respon Apotek dan berencana untuk mengambil tindakan lebih lanjut sesuai undang-undang dan hukum yang berlaku.
Kasus ini menjadi pengingat pentingnya memeriksa tanggal kedaluwarsa obat sebelum mengonsumsinya, serta tanggung jawab Apotek dalam menyediakan obat yang aman untuk dikonsumsi konsumen.
Dan Apoteker, sebagai tenaga kesehatan sekaligus pihak yang menjalankan pekerjaan di Apotek dan dapat dianggap sebagai pelaku pelaksana Apotek, memiliki kewajiban-kewajiban dalam menjalankan pekerjaannya.
Beberapa kewajiban tersebut sebagai berikut :
Mengeluarkan obat sesuai resep atau perintah dokter. Memberikan obat dalam kondisi baik dan layak kepada pasien.
Menerima konsultasi pasien tentang penggunaan obat yang diresepkan.
Berkomunikasi dengan dokter untuk meracik obat yang sesuai.
Pemberian obat yang telah melewati tanggal kadaluwarsa tentu saja merupakan pelanggaran atas kewajiban Apoteker serta pelanggaran pada ketentuan dalam Undang-Undang Kesehatan.
Namun, hal ini masih banyak terjadi di Indonesia. Seperti pada kasus pemberian obat kadaluwarsa yang tengah terjadi dan dialami oleh Tuaisah salah satu warga Lampung ini.
Pihak apotek melalui pesan singkatnya pada wartawan/via WhatsApp menyampaikan bahwa pihaknya sudah menyerahkan kasus ini pada kuasa hukumnya.
“Terimakaskih Pak, saat ini sudah ditangani oleh Polda. karena sudah di proses di Polda. Ya kami mengikuti proses di Kepolisian dan sudah diserahkan juga oleh kuasa hukum apotek”, jelas Hesti Tri Utami S.Farm., pemilik Apoteker Arraya Farma Lampung Selatan.
Agar hal serupa tidak terjadi lagi, terkait kasus Tuaisah diharapkan pada semua pihak instansi hukum dan Dinkes Provinsi lampung agar dapat memberikan sanksi pada Apoteker yang tidak mentaati peraturan kesehatan sesuai standar SOP-nya dan dapat menerapkan undang undang perlindungan Konsumen pada Tuaisah sebagai korban.
Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 9 Tahun 2017 tentang Apotek, apotek adalah sarana pelayanan kefarmasian tempat dilakukan praktik kefarmasian oleh apoteker. Fasilitas kefarmasian itu sendiri adalah sarana yang digunakan untuk melakukan pekerjaan kefarmasian. Sedangkan apoteker adalah sarana farmasi yang telah lulus sebagai Apoteker dan telah mengucapkan sumpah jabatan apoteker.
Selain itu, mengenai pemberian obat kepada pasien, ditegaskan pada Pasal 98 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, yang menjelaskan bahwa persediaan obat-obatan, alat kesehatan, dan produk farmasi lainnya harus aman, memiliki mutu, dapat bermanfaat, dan memenuhi standar mutu pelayanan, dalam hal pengadaan, penyimpanan, pengelolaan, dan pengedarannya. (red/tim)