“Seluruh apotek untuk sementara tidak menjual obat bebas dan/atau bebas terbatas dalam bentuk syrup kepada masyarakat sampai dilakukan pengumuman resmi dari Pemerintah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dan/atau bebas terbatas dalam bentuk syrup kepada masyarakat sampai dilakukan pengumuman resmi dari Pemerintah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.”
Selain apotek, Kemenkes juga meminta pihak tenaga kesehatan untuk tidak meresepkan obat cair atau obat sirup kepada masyarakat untuk sementara waktu.
“Tenaga Kesehatan pada Fasilitas Pelayanan Kesehatan untuk sementara tidak meresepkan obat-obatan dalam bentuk sediaan cair/syrup sampai dilakukan pengumuman resmi dari Pemerintah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.”
Begitulah bunyi isi surat yang ditandatangani oleh drg Murti Utami selaku Plt Direktur Jenderal Pelayanan Kesehatan Kemenkes. Juru Bicara Kementerian Kesehatan yakni Mohammad Syahril juga turut menyampaikan terkait penghentian sementara penggunaan obat cair atau sirup. Syahril mengatakan bahwa penghentian sementara ini akan berlangsung sampai hasil penelusuran dan penelitian terkait penyebab gagal ginjal akut progresif atipikal yang dialami 206 anak di Indonesia selesai dilakukan.
Alternatif Obat Sirup untuk Anak
Syahril menyampaikan ada beberapa opsi lain dari obat cair atau sirup yang bisa orang tua berikan untuk anak
“Sebagai alternatif dapat menggunakan bentuk sediaan lain seperti tablet, kapsul, suppositoria (anal), atau lainnya,” kata Syahril dalam konferensi pers pada Rabu, 19 Oktober 2022, mengutip dari Liputan6.com.
Pada kesempatan yang sama, Syahril juga menyampaikan bahwa aturan penghentian sementara penjualan dan pengonsumsian obat sirup berlaku untuk semua obat, bukan hanya parasaetamol saja.
“Sesuai dengan edaran yang dikeluarkan oleh Direktur Jenderal Pelayanan Kesehatan, jadi semua obat sirup atau obat cair (yang dihentikan sementara), bukan hanya parasetamol. Ini diduga bukan kandungan obatnya, tapi komponen-komponen lain,” kata Syahril.
Aturan penghentian pengggunaan obat sirup ini dilakukan Kemenkes untuk mencegah hal-hal yang tidak diinginkan. Ini juga dianggap sebagai langkah untuk menyelamatkan kasus yang lebih banyak dengan penghentian sementra penggunaan obat sirup.
Penyebab Gagal Ginjal Akut Masih Ditelusuri
Penyebab gangguan ginjal akut progresif atipikal yang terjadi pada anak-anak masih belum diketahui secara pasti hingga kini. Pemeriksaan laboratorium kini tengah dilakukan oleh Pihak Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI bersama dengan Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), sejumlah epidemiologi, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) RI, dan Puslabfor untuk mengetahui penyebab pasti dari penyakit gangguan ginjal akut tersebut.
Untuk sementara, berdasarkan hasil pemeriksaan yang dilakukan pada sisa sampel obat yang dikonsumsi para pasien, ditemukan adanya jejak senyawa yang berpotensi menyebabkan gangguan ginjal akut progresif atipikal.
“Senyawa apa yang diduga (menjadi penyebab gangguan ginjal akut)? Kalau kita melihat hasil penyelidikan atau penelitian di Gambia Afrika, itu memang ada dikaitkan dengan senyawa yang ada di empat macam obat batuk dan pilek yang sudah disebutkan BPOM mengandung dietilen glikol maupun etilen glikol,” ujar Syahril dalam konferensi pers, Rabu (19/10/2022), mengutip dari Liputan6.com.
Syahril juga mengatakan bahwa hasil penelitian terkait penyebab gagal ginjal akut progresif ini kemungkinan akan diumumkan ke publik minggu depan.
Tidak Berkaitan dengan COVID-19
Melansir dari Liputan6.com, Syahril mengatakan bahwa gangguan ginjal akut yang terjadi pada anak-anak di Indonesia tidak berkaitan dengan vaksinasi maupun infeksi COVID-19. Ia menegaskan bahwa pemeriksaan laboratorium mengenai penyebab pasti dari penyakit ini masih terus dilakukan.
Penyelidikan epidemiologi dilakukan lewat pengawasan dan pemeriksaan untuk mengetahui infeksi-infeksi yang menjadi penyebab gangguan ginjal akut pada anak. Pemeriksaan tersebut meliputi swab tenggorokan, swab anus, dan kemungkinan intoksikasi.
“Saat ini Kemenkes bersama tim tengah melakukan penyelidikan epidemiologi kepada masyarakat, tim akan menanyakan berbagai jenis obat-obatan yang dikonsumsi maupun penyakit yang pernah diderita 10 hari sebelum masuk rumah sakit atau sakit. Harapannya hasilnya bisa segera kami dapatkan sebagai informasi untuk penanganan selanjutnya,” ujar Syahril.