Monkeypox (mpox) atau cacar monyet kembali ditetapkan sebagai public health emergency of international concern (PHEIC) atau kedaruratan kesehatan masyarakat yang mengancam dunia (KKMMD) oleh WHO.
Ditulis oleh redaksi pada Agustus 29, 2024
Monkeypox (mpox) atau cacar monyet kembali ditetapkan sebagai public health emergency of international concern (PHEIC) atau kedaruratan kesehatan masyarakat yang mengancam dunia (KKMMD) oleh WHO. Kerennya, masyarakat diingatkan untuk selalu mewaspadai penularan mpox.
Staf Teknis Komunikasi Transformasi Kesehatan Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Ngabila Salama menyampaikan, terdapat dua gejala khas mpox yang perlu diwaspadai. Pertama, munculnya lenting berisi cairan di kulit, baik di wajah, tubuh, alat kelamin, atau anus, meski hanya satu. Kedua, terjadi pembesaran kelenjar getah bening di selangkangan, leher, atau dagu.
“Pembesaran kelenjar getah bening ini yang membedakan mpox dari cacar air atau varicella,” kata Ngabila Salama, Kamis (29/8/2024).
Selain dua gejala utama tersebut. ada juga gejala lain yang perlu diperhatikan, seperti demam di atas 38 derajat, nyeri otot dan sendi, mual, muntah, kelelahan, dan penurunan nafsu makan.
Ngabila juga mengimbau masyarakat untuk tidak panik, tetapi tetap waspada. Ia menyarankan langkah pencegahan awal, seperti menjaga kebersihan diri dan lingkungan dengan menerapkan 3M, yaitu memakai masker, mencuci tangan, dan menjaga jarak.
“Selain itu, vaksinasi juga dianjurkan bagi kelompok berisiko seperti lelaki suka lelaki (LSL) dan kontak erat dengan kasus positif,” ujarnya.
Terkait vaksinasi massal, Ngabila mengatakan saat ini belum dilakukan karena dinilai belum diperlukan oleh masyarakat.
“Pencegahan komplikasi dapat dilakukan dengan deteksi dini. Apabila ada keluhan, segera periksakan diri ke puskesmas atau rumah sakit untuk PCR di tenggorokan, lenting, atau anus apabila diperlukan, sehingga pengobatan antivirus bisa segera diberikan dan pasien diisolasi,” jelasnya.
Ngabila juga mengimbau masyarakat untuk menghindari hubungan seksual berisiko, seperti berganti-ganti pasangan.
“Semua kasus positif yang ditemukan di Indonesia hingga saat ini ditularkan melalui hubungan seksual yang berisiko, terutama pada individu dengan kondisi imunodefisiensi,” kata Ngabila.