Terputar

Title

Artist


Tanda-tanda kekerasan yang dilakukan orangtua dan dialami oleh anak

Ditulis oleh pada Maret 18, 2024

 Orangtua memiliki berbagai cara dalam membesarkan dan membimbing anak untuk tumbuh dalam kehidupannya. Ada yang menggunakan kekerasan hingga yang andil dalam mengarahkan anak. Tumbuhnya anak dalam semasa hidupnya diawali dari pembekalan serta bagaimana orangtua mengemukakan emosinya pada anak. Namun, tidak sedikit orangtua yang melakukan kekerasan secara emosional pada anak.

Emotional abuse atau kekerasan emosional adalah pola atau kebiasaan yang dilakukan oleh orangtua yang menyebabkan anak mengalami emotional distress atau keadaan yang tidak menyenangkan berujung pada kurangnya rasa sayang pada diri sehingga memiliki efek samping pada pembentukan dan perkembangan emosinya. Mereka dapat mengalami penolakan, kritik negatif, ancaman, hingga rasa denial yang tinggi.

Menurut the Centers for Disease Control and Prevention (CDC), kekerasan emosional orangtua dialami oleh 1 dari 7 anak menjadi korbannya. Bahkan, CDC juga menyebutkan jika anak yang hidup dalam garis kemiskinan dapat mengalami risiko kekerasan emosional yang tinggi.

Apa saja tanda dan dampak dari emotional abusive atau kekerasan emosional pada anak dari orangtuanya? Berikut informasi dari Verywell Mind untukmu.

 

 

Tanda-tanda kekerasan yang dilakukan orangtua dan dialami oleh anak

 

Tanda-tanda orangtua melakukan kekerasan emosional pada anaknya

Berikut adalah tanda-tanda orangtua yang melakukan kekerasan emosional pada anaknya:

  • Adanya tanda-tanda kekerasan pada anak
  • Jarang menunjukkan rasa kasih sayang hingga memeluk anak
  • Menyatakan bahwa mereka tidak menyukai anaknya
  • Mendeskripsikan atau menjelaskan anak sebagai hal yang membebankan mereka
  • Menunjukkan ketidakhawatiran pada anak dan menolak bantuan orang lain
  • Menuntut berbagai prestasi akademis maupun nonakademis yang tidak dapat dicapai oleh anaknya

Tanda-tanda anak mengalami emotional abusive

Berikut adalah tanda-tanda dari anak yang mengalami emotional abusive dari orangtuanya:

  • Adanya tanda-tanda kekerasan mulai dari luka maupun lebam
  • Perubahan sikap dan sifat di sekolah yang ditunjukan melalui peforma akdemisnya
  • Terbiasa berpikir hal yang buruk akan datang tiba-tiba
  • Gugup di antara banyak orang
  • Adanya kecenderungan menghindari kerumunan atau keramaian
  • Kecenderungan menarik diri dari orang lain
  • Bersikap pasif
  • Datang lebih awal maupun pulang lebih akhir dari sekolah atau setelah berkegiatan
  • Sulit untuk pulang ke rumah
  • Dan kurangnya pengawasan dari orang dewasa

Efek jangka panjang pada anak

Anak-anak yang tumbuh dengan orangtua yang abusive akan tidak dapat menyadari bahwa sifat abusive tersebut merupakan sifat yang jelas-jelas “salah” untuk dilakukan. Anak-anak ini cenderung menyalahi dirinya sendiri atas perbuatan orangtuanya dan tumbuh percaya bahwa mereka tidak pantas untuk dihormati dan dicintai. Bahkan, kekerasan secara emosional ini memiliki dampak panjang pada anak meskipun tindakan tersebut sudah lama berhenti.

Berikut adalah efek negatif yang dialami oleh anak ketika mereka mengalami kekerasan:

Memiliki kemampuan kognitif yang kurang: Terutama pada lingkungan umum seperti sekolah, mereka memiliki kesulitan untuk fokus, memperhatikan penjelasan guru, hingga mengingat materi pembelajaran.

Peforma akademis yang buruk: Biasanya ditandai dengan jarang masuk sekolah, masalah nilai, kedisiplinan yang rendah.

Gangguan kesehatan mental: Mulai dari adanya depresi, kecemasan atau anxiety, adanya post traumatic stress disorder atau PSTD, hingga kurangnya rasa sayang dan percaya diri sendiri atau low self-esteem.

Kesulitan mengekspresikan emosi: Mulai dari mengatur emosi, memproses emosi, berkomunikasi, serta kesulitan untuk mengimpretasikan apa yang dirasakan.

Anak-anak yang mengalami kekerasan secara emosional juga memiliki kecenderungan untuk melakukan tindakan kekerasan pada orang lain. Tentu saja karena dinamika hubungan keluarga yang dialami inilah menjadikannya sebagai “tempat tumbuh” tersendiri. Makanya, tidak kaget jika di masa depan nanti mereka dapat menjadi korban maupun pelaku di kemudian hari. Pola ini dikenal sebagai intergenerational cycle of violence.