Cacar monyet telah mengejutkan seisi dunia. Walaupun terdengar biasa di Afrika
Ditulis oleh redaksi pada Agustus 15, 2022
Cacar monyet telah mengejutkan seisi dunia. Walaupun terdengar biasa di Afrika, penyakit ini mendadak saja merebak di Amerika, Eropa, bahkan Asia. Setelah Covid, pada 23 Juli 2022, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) akhirnya menyatakan darurat kesehatan global untuk cacar monyet. Isu kesenjangan pun muncul seketika.
Setelah menyebar di 88 negara, dunia masih tidak siap menghadapi pandemi lagi dan belum dapat memetik pelajaran berharga dari Covid-19. Cacar monyet dan Covid memang berbeda, namun respons awal otoritas kesehatan terhadap wabah tetap sama. Bahkan kini kasus kematian di negara non-endemik menambah kompleks penanganan cacar monyet.
Seperti dilaporkan cidrap.umn.edu, Senin (1/8/2022), Brasil, Spanyol, dan India semuanya mencatat kematian cacar monyet pertama di luar negara-negara endemik di Afrika Tengah dan Barat. Spanyol mencatat dua kematian, sedangkan Brasil dan India masing-masing mencatat satu kematian. Hingga saat itu, ada 10 kematian akibat cacar monyet yang dilaporkan
Cacar monyet adalah penyakit endemik di sejumlah negara Afrika selama lebih dari 50 tahun. Sejumlah kematian memang telah dicatat di Nigeria, dan Ghana. Namun secara historis, tingkat fatalitas virus cacar monyet di Afrika Barat hanya sekitar 1%. Sementara negara-negara non-endemik sejauh ini terhindar dari kasus penyakit yang fatal.
Meskipun daerah endemik, cacar monyet di Afrika lebih senyap. Di Kamerun, misalnya, jika seseorang didiagnosis cacar monyet, petugas medis hanya meminta orang itu melakukan isolasi mandiri. Pasien biasanya cuma mendapat parasetamol untuk mengatasi demam, diminta beristirahat sampai sembuh.
Di Afrika, secara historis, cacar monyet telah menyebar terutama melalui kontak dengan hewan yang terinfeksi. Kondisi itu berbeda dengan pola penyebaran di negara Barat. Meskipun siapa pun dapat terinfeksi melalui kontak dekat dengan seseorang yang menderita cacar monyet atau dengan barang-barang pribadi seperti seprei, di negara-negara di luar Afrika, populasi paling berisiko saat ini adalah pria yang berhubungan seks dengan pria.
Kesenjangan
Isu kesenjangan antara negara kaya dan negara miskin kian menyeruak sejak WHO menggelar rentetan pertemuan yang membahas status kegentingan cacar monyet. Kini cacar monyet telah membuat heboh Eropa dan Amerika. Namun organisasi global WHO hampir tak menaruh perhatian saat cacar monyet menjadi wabah di negara miskin Afrika.
Boghuma Kabisen Titanji, spesialis penyakit menular di Atlanta, AS mengatakan jika pandemi skala Covid saja tidak membangkitkan respons global yang adil, dia skeptis bahwa respons terhadap cacar monyet akan memperlakukan Afrika secara berbeda.
“Masalahnya adalah bahwa telah terjadi pengabaian umum kesetaraan kesehatan di Afrika. Pandangannya adalah selama ancaman kesehatan terbatas pada komunitas Afrika, tidak apa-apa bagi dunia untuk tidak khawatir,” tambah Dr Githinji Gitahi, kepala Amref Health Africa, satu kelompok yang berbasis di Nairobi, Kenya, yang bekerja untuk meningkatkan akses perawatan kesehatan di seluruh benua.
Placide Mbala, seorang pakar virus yang memimpin departemen kesehatan global di Institut Penelitian Biomedis Nasional Kongo, berharap setiap upaya global untuk menghentikan cacar monyet akan adil. Meskipun negara-negara termasuk Inggris, Kanada, Jerman dan AS telah memesan jutaan dosis vaksin, tidak ada dosis vaksin yang dijatah untuk Afrika.
“Solusinya harus global,” kritik Mbala, seraya menambahkan bahwa setiap vaksin yang dikirim ke Afrika akan digunakan untuk menargetkan mereka yang berisiko tinggi, seperti pemburu di daerah pedesaan.
“Vaksinasi di Barat mungkin membantu menghentikan wabah di sana, tetapi masih akan ada kasus di Afrika. Kecuali masalahnya diselesaikan di sini, risiko bagi seluruh dunia akan tetap ada,” katanya.
Michael Head, seorang peneliti senior dalam kesehatan global di Universitas Southampton, mengaku sempat terkejut saat WHO belum menyatakan cacar monyet sebagai keadaan darurat global. Dia menilai kondisi prasyarat bisa dibilang terpenuhi, beberapa minggu sebelum pernyataan resmi WHO.
Beberapa ahli mempertanyakan apakah deklarasi darurat semacam WHO akan membantu. Mereka beralasan penyakit ini tidak cukup parah untuk mendapat perhatian dan bahwa negara-negara kaya yang memerangi cacar monyet sudah memiliki dana untuk melakukannya. Di sisi lain, kebanyakan orang sembuh tanpa memerlukan perhatian medis, meskipun mungkin menyakitkan.
Hubungan Seks
Pakar cacar monyet dari WHO, Rosamund Lewis, mengatakan bahwa 99 persen dari semua kasus cacar monyet di luar Afrika terjadi pada laki-laki dan di antaranya, 98 persen melibatkan laki-laki yang berhubungan seks dengan laki-laki. Para ahli menduga wabah cacar monyet di Eropa dan Amerika Utara menyebar melalui hubungan seks di Belgia dan Spanyol.
Temuan itu dapat dengan mudah disalahartikan sebagai penyakit menular seksual atau cacar air. Cacar monyet berarti tanpa disadari dapat diteruskan ke orang lain. Berdasarkan pelacakan WHO, virus cacar monyet telah masuk ke sekelompok orang yang melakukan hubungan seks yang cukup atau kontak intim.
Seperti dilaporkan cidrap.umn.edu, Senin (8/8/2022), data baru yang diterbitkan dalam Morbidity and Mortality Weekly Report dan dikumpulkan oleh Centers for Disease Control and Prevention (CDC) AS menunjukkan 99% kasus cacar monyet di Amerika Serikat adalah pada laki-laki, dan 94% kasus melaporkan baru-baru ini hubungan seksual sesama jenis.
Rincian epidemiologis tersebut harus memandu protokol pengobatan dan vaksin, kata penulis penelitian CDC. Karakteristik dikumpulkan dari kasus virus yang dilaporkan di Amerika Serikat dari 17 Mei hingga 22 Juli.
“Temuan saat ini menunjukkan bahwa penularan komunitas cacar monyet tersebar luas dan secara tidak proporsional memengaruhi gay, biseksual, dan pria lain yang berhubungan seks dengan pria; ini konsisten dengan data yang dilaporkan dari negara lain,” kata para penulis.
Di sisi lain, virus cacar monyet tidak digolongkan sebagai infeksi menular seksual. Tetapi satu penelitian di New England Journal of Medicine juga memperkirakan 95% infeksi cacar monyet didapat melalui hubungan seks, terutama hubungan seks antar laki-laki.
Stigma, diskriminasi dan pelecehan dapat menghentikan orang mencari bantuan untuk penyakit cacar monyet, terutama di negara-negara di mana seks antar laki-laki adalah ilegal.
“Beberapa negara tidak memiliki infrastruktur dan beberapa mungkin tidak memiliki keinginan untuk menguji cacar monyet, karena laki-lakilah yang berhubungan seks dengan laki-laki,” kata Prof Francois Balloux, dari University College London.
Mencari Solusi
Aktivitas seks, jelas, penuh dengan semua kontak intim kulit-ke-kulit yang digunakan virus untuk menyebar.
Temuan itu menyisakan dua pilihan untuk menahan penyebaran penyakit yakni membujuk orang untuk melakukan hubungan seks lebih sedikit; atau untuk mengurangi risiko terkena infeksi saat terpapar.
“Cara termudah untuk mencegahnya adalah dengan menutup semua jaringan seksual yang sangat aktif selama beberapa bulan sampai hilang, tapi saya rasa itu tidak akan pernah terjadi – apakah Anda demikian?” tanya Prof Paul Hunter, dari University of East Anglia.
Beberapa orang memang menyesuaikan kehidupan seks mereka sebagai tanggapan terhadap peringatan tentang cacar monyet dan saran telah ditargetkan pada orang-orang yang paling berisiko.
Namun Prof Hunter berpendapat pelajaran dari infeksi menular seksual – dari sifilis di Abad Pertengahan hingga sekarang – adalah bahwa orang masih berhubungan seks dan “vaksinasi adalah satu-satunya pilihan”.
Mengatasi wabah cacar monyet adalah mungkin. Namun semakin lama dunia membiarkannya, cacar monyet semakin sulit dan semakin besar risikonya.
Sudah beberapa negara tampaknya menjadi yang teratas dari virus. Inggris mengatakan jumlah infeksi tampaknya telah mendatar sekitar 35 per hari. Tetapi kasus terus melonjak di tempat lain, termasuk AS yang telah menyatakan keadaan darurat.
Tetapi tidak cukup hanya negara-negara kaya untuk mengatasi virus cacar monyet ketika sekarang ada di lebih dari 80 negara yang tidak memiliki sejarah panjang penyakit tersebut.
“Sangat tidak jelas bagi saya apakah itu akan dikendalikan sepenuhnya, beberapa negara akan mengatasinya, beberapa mungkin tidak,” kata Prof Balloux dari University College London.
Pemimpin teknis WHO untuk cacar monyet, Dr Rosamund Lewis, mengatakan “mungkin” untuk mengakhiri wabah tetapi memperingatkan “kita tidak memiliki bola kristal” dan tidak jelas apakah organisasi tersebut akan dapat “cukup mendukung negara dan masyarakat. cukup untuk menghentikan wabah ini.”
Negara-negara endemik di Afrika, tempat cacar monyet selalu ada, akan terus menangani cacar monyet karena virus itu terus berpindah dari hewan liar ke manusia.
Vaksinasi
Penelitian telah menunjukkan masalah cacar monyet semakin parah sejak program pemberantasan cacar berakhir, karena hanya sedikit orang di bawah 50 tahun yang akan diimunisasi.
“Satu-satunya hal yang akan menghentikan itu adalah kampanye vaksinasi massal, tetapi ada perdebatan besar di Afrika apakah itu pantas atau perlu,” keluh Prof Hunter.
Vaksin buatan perusahaan biotek Denmark Bavarian Nordic telah disetujui untuk pencegahan cacar monyet di AS dan Kanada. Keputusan itu muncul sehari setelah WHO menyatakan penyakit cacar monyet sebagai darurat kesehatan global.
Komisi Eropa menyetujui vaksin Imvanex Bavarian Nordic – yang melindungi terhadap cacar – untuk digunakan melawan cacar monyet di Uni Eropa. Bavarian Nordic menyatakan persetujuan itu datang setelah “opini positif” dari Komite Produk Obat untuk Penggunaan Manusia (CHMP) minggu lalu, dan berlaku di semua negara anggota Uni Eropa.
Namun kekhawatiran besar para pakar adalah cacar monyet bisa menjadi keberadaan permanen pada orang-orang di seluruh dunia, bukan hanya di negara-negara dengan hewan yang mudah terinfeksi.
Jika saat ini terjadi pada pria yang berhubungan seks dengan pria, semakin lama wabah berlangsung, semakin besar peluang virus untuk berkembang biak.
Pada Juni, Direktur Jenderal WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus mengakui bahwa negara-negara Afrika telah “diabaikan dalam hal penelitian, perhatian dan pendanaan.” Kesalahan dalam menangani pandemi HIV/AIDS dapat menghambat respons cacar monyet.
“Ini harus berubah tidak hanya untuk cacar monyet tetapi untuk penyakit terabaikan lainnya di negara-negara berpenghasilan rendah karena dunia diingatkan lagi bahwa kesehatan adalah proposisi yang saling berhubungan,” kata Tedros.
Salah satu hal yang harus diubah adalah monopoli yang dipegang negara-negara kaya atas vaksin dan obat-obatan, termasuk antivirus, menurut dokter Afrika dan pakar kesehatan global.
Selama Covid-19, keluh Gitahi yang menjabat kepala Amref Health Africa, donasi melalui program berbagi vaksin COVAX membantu. Namun vaksin terlambat tiba di negara-negara Afrika. “Orang-orang meninggal saat mereka menunggu vaksin,” keluhnya.
Dalam banyak kasus, vaksin tidak dapat digunakan karena hanya memiliki “sisa masa simpan yang sangat sedikit”.
Selain itu, kata Gitahi, pada saat vaksin tiba, orang-orang yang sebelumnya mengantre untuk mendapatkan vaksinasi telah kehilangan rasa urgensi dan kepercayaan pada sistem perawatan kesehatan, dengan persepsi bahwa orang-orang di Afrika menerima vaksin yang ditolak oleh negara-negara kaya.