Sidang putusan kasus pencabulan yang melibatkan seorang pendeta di Pengadilan Negeri Pematang Siantar, Sumatera Utara, berakhir ricuh
Ditulis oleh redaksi pada Januari 18, 2024
Sidang putusan kasus pencabulan yang melibatkan seorang pendeta di Pengadilan Negeri Pematang Siantar, Sumatera Utara, berakhir ricuh pada Selasa (16/1/2024). Kericuhan terjadi saat istri terdakwa tidak terima dengan vonis tiga tahun penjara dan mengamuk, melemparkan kursi ke arah majelis hakim.
Awalnya, sidang berjalan aman dan tertib. Ketua Majelis Hakim, Renni Pitua Ambarita, membacakan amar putusan terdakwa JRP yang terbukti melakukan pencabulan terhadap seorang wanita berinisial NS, jemaatnya. Vonis yang dijatuhkan adalah tiga tahun penjara dan denda subsider dua ratus juta rupiah.
Istri terdakwa, berinisial MS, yang hadir dalam persidangan, mendengar putusan tersebut dan langsung mengamuk. Ia mengambil kursi dan melemparkannya ke arah majelis hakim. Untungnya, tindakan tersebut berhasil dihentikan sebelum mencapai hakim, mengenai Jaksa Penuntut Umum.
MS menyatakan ketidakpuasannya terhadap vonis suaminya dan menuduh hakim dan jaksa menerima suap. Petugas keamanan langsung membawanya keluar ruang sidang. Di luar, MS terus berteriak dan berusaha kembali masuk, tetapi dihalangi oleh petugas keamanan.
Ketua Majelis Hakim, Renni Pitua Ambarita menyatakan bahwa terdakwa JRP terbukti bersalah melanggar undang-undang tindak pidana kekerasan seksual. Hakim memerintahkan agar terdakwa tetap ditahan.
“Sidang belum ditutup, istri terdakwa dibawa ke dalam ruang persidangan untuk ditenangkan oleh kerabatnya. Seusai menerima amar putusan, terdakwa diboyong ke mobil tahanan Kejaksaan Negeri Pematang Siantar menuju lembaga pemasyarakatan,” kata Renni.
Sebelumnya, terdakwa JRP telah dituntut enam tahun penjara oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU). Namun, majelis hakim memutuskan vonis tiga tahun penjara berdasarkan Pasal 6 huruf c dan Pasal 6 huruf a UU Nomor 12 Tahun 2022 tentang tindak pidana kekerasan seksual.