Amerika Serikat (AS) mengkritik pemilihan umum di Kamboja yang dianggap tidak sesuai dengan prinsip-prinsip demokrasi karena adanya ancaman terhadap partai oposisi untuk berpartisipasi
Ditulis oleh redaksi pada Juli 25, 2023
Amerika Serikat (AS) mengkritik pemilihan umum di Kamboja yang dianggap tidak sesuai dengan prinsip-prinsip demokrasi karena adanya ancaman terhadap partai oposisi untuk berpartisipasi dalam pemilu tersebut.
Partai yang berkuasa dan dipimpin Perdana Menteri Kamboja Hun Sen, yaitu Partai Rakyat Kamboja (CPP), berhasil meraih mayoritas kursi dalam pemilu yang diadakan pada hari Minggu tanpa ada pesaing lain karena partai oposisi utama dilarang ikut serta dalam pemilu tersebut.
Partai Cahaya Lilin, yang merupakan saingan berat CPP, sebelumnya dinyatakan tidak diizinkan mengikuti pemilu oleh Komisi Pemilu Nasional pada bulan Mei karena adanya masalah administratif.
Juru Bicara Departemen Luar Negeri AS, Matthew Miller, menyatakan bahwa negaranya merasa “terganggu karena pemilu nasional di Kamboja tidak bebas dan tidak adil.”
Dalam pernyataan yang dikeluarkan oleh Departemen Luar Negeri AS pada hari Senin, Miller menyebutkan bahwa menjelang pemilu, pihak berwenang di Kamboja terlibat dalam pola ancaman dan pelecehan terhadap oposisi, media massa, dan masyarakat sipil.
“Perilaku ini menghambat suara dan pilihan rakyat Kamboja dalam menentukan masa depan negaranya,” ujar Miller.
Sebagai tanggapan atas hal ini, AS telah mengambil langkah-langkah dengan memberlakukan pembatasan visa terhadap individu-individu yang dianggap merusak demokrasi serta akan menghentikan bantuan luar negeri dalam program-program tertentu.
Penting untuk dicatat bahwa ini bukan kali pertama partai oposisi dilarang mengikuti pemilu di Kamboja. Pada tahun 2018, Mahkamah Agung membubarkan partai oposisi Partai Penyelamatan Nasional Kamboja (CNRP) menjelang pemilu. Saat itu, CPP berhasil meraih semua dari 125 kursi di majelis nasional.
Hun Sen telah menjabat sebagai perdana menteri Kamboja selama 38 tahun terakhir.
Dalam wawancara dengan stasiun televisi Hong Kong, Phoenix TV, pada hari Kamis (20 Juli), Hun Sen menyatakan bahwa setelah pemilu, dalam tiga hingga empat pekan ke depan, ia akan menyerahkan kekuasaan kepada putranya, Hun Manet (45).