Dirreskrimum Polda Metro Jaya Kombes Hengki Haryadi mengungkap momen-momen menegangkan saat menyelamatkan 6 korban sindikat internasional tindak pidana perdagangan orang (TPPO) yang menjual ginjal mereka dari Bekasi ke Kamboja
Ditulis oleh redaksi pada Juli 21, 2023
Dirreskrimum Polda Metro Jaya Kombes Hengki Haryadi mengungkap momen-momen menegangkan saat menyelamatkan 6 korban sindikat internasional tindak pidana perdagangan orang (TPPO) yang menjual ginjal mereka dari Bekasi ke Kamboja.
Hengki menceritakan, keenam korban tersebut baru saja menjalani operasi pengambilan ginjal di Kamboja dan kondisi luka mereka masih basah ketika tiba di Jakarta.
“Pada saat korban dibawa ke Polda Metro Jaya setelah kembali dari Kamboja, luka mereka masih dalam keadaan basah,” kata Hengki dalam konferensi pers Kamis (20/7/2023).
Kemudian, lanjut Hengki, mereka dirawat di RS Polri. “Kita berkoordinasi dengan Kabid Dokkes Polda Metro Jaya dan mereka sempat dirawat di beberapa rumah sakit Polri,” ungkapnya.
Kabid Dokkes Polda Metro Jaya, Kombes Pol Hery Wijatmoko, menyebut keenam korban tersebut sudah menjalani CT Scan. Hasilnya menunjukkan bahwa mayoritas dari mereka telah mendonorkan ginjal kiri.
“Enam pasien tersebut dilakukan pemeriksaan medis secara lengkap, termasuk laboratorium dan CT Scan. Dari enam pasien tersebut, satu ginjal kanan sudah tidak ada lagi dan lima ginjal kiri yang didonorkan,” katanya.
Pihak kepolisian juga memberikan pendampingan dan rehabilitasi kepada keenam korban ini.
Sebelumnya, polisi telah mengungkap sindikat tindak pidana perdagangan orang (TPPO) internasional di Tarumajaya, Bekasi, Jawa Barat. Sebanyak 12 tersangka berhasil diamankan.
Para tersangka tersebut masing-masing berinisial MA alias L, R alias R, DS alias R alias B, HA alias D, ST alias I, H alias T alias A, HS alias H, GS alias G, EP alias E, LF alias L. Mereka dijerat dengan Pasal 2 ayat (1) dan ayat (2), serta Pasal 4 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang.
Selain itu, juga terdapat satu oknum polisi berinisial Aipda M alias D, yang dijerat dengan Pasal 22 UU Nomor 21 Tahun 2007 juncto Pasal 221 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana yang mengatur perintangan penyidikan. Sementara itu, pegawai imigrasi berinisial AH alias A dijerat dengan Pasal 8 ayat (1) UU Nomor 21 Tahun 2007.