Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah menyusun regulasi terbaru pemisahan diri atau spin off unit usaha asuransi syariah dalam industri asuransi
Ditulis oleh redaksi pada Juli 20, 2023
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah menyusun regulasi terbaru pemisahan diri atau spin off unit usaha asuransi syariah dalam industri asuransi. Berdasarkan beleid terbaru tersebut, unit usaha syariah (UUS) perusahaan asuransi dan asuransi syariah wajib menyelesaikan proses pemisahan diri pada 31 Desember 2026.
Beleid yang dimaksud adalah Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) Nomor 11 Tahun 2023 tentang Pemisahan Unit Syariah Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Unit Syariah.
Ada sejumlah substansi pengaturan tentang pemisahan yang diterangkan dalam aturan tersebut. Mulai dari bentuk, kriteria, kewenangan OJK, permodalan, mekanisme dan tata cara, sanksi, penilaian kembali pihak utama, hingga insentif.
Adapun bentuk pemisahan meliputi UUS yang telah memenuhi syarat tertentu, karena permintaan sendiri, dan atas kewenangan OJK dalam rangka konsolidasi. UUS yang sudah memenuhi kriteria tertentu tertentu wajib melangsungkan pemisahan.
Selain itu, jalur kewajiban spin off lainnya yaitu atas kewenangan OJK dalam rangka konsolidasi serta batas waktu yang dimaksud, bukan ditujukan menyangkut pengajuan spin off, melainkan batas penyelesaian proses pemisahan.
“Perusahaan asuransi dan perusahaan reasuransi yang memiliki unit syariah wajib melakukan pemisahan dengan batas waktu paling lambat 31 Desember 2026,” demikian jelas Pasal 7 ayat (1) POJK 11/2023, dikutip Kamis (20/7/2023).
Sementara, tata cara spin off yang dianjurkan adalah melalui pendirian perusahaan baru yang diikuti pengalihan portofolio, atau mengalihkan seluruh portofolio kepesertaan kepada perusahaan asuransi atau reasuransi syariah lainnya.
Aturan ini juga menyebutkan, bagi perusahaan asuransi atau reasuransi yang tetap berkeinginan melakukan spin off UUS dengan mendirikan perusahaan baru tetapi ekuitas masih belum memenuhi persyaratan, maka perusahaan harus menambah modal lebih dulu.
Langkah ini dapat ditempuh melalui penambahan modal via pemegang saham eksisting, investor baru, atau dengan mengalihkan seluruh portofolio.
Sementara itu, bagi perusahaan asuransi atau reasuransi yang memiliki UUS tapi tak kunjung melakukan spin off sampai batas waktu yang ditentukan, OJK berwenang untuk mencabut izin usaha unit syariah. Entitas yang dicabut izin usaha untuk selanjutnya menyelesaikan hak dan kewajiban kepada pemegang polis dan peserta.
Sejak peraturan ini digulirkan, perusahaan asuransi atau reasuransi dilarang menggunakan laba usaha dari unit syariah untuk kepentingan selain peningkatan ekuitas unit syariah. Hal ini tentu ditujukan agar ekuitas dapat dipupuk secara organik dari profitabilitas yang dapat dihimpun unit asuransi syariah.
Di sisi lain, POJK 11/2023 ini juga mengatur lebih lanjut tentang insentif. OJK mengizinkan unit usaha hasil spin off untuk melakukan sinergi dengan induk yang juga merupakan perusahaan asuransi atau reasuransi. Insentif kedua terkait dengan permodalan.
“Perusahaan asuransi dan perusahaan reasuransi yang mengajukan permohonan pemisahan unit syariah tidak wajib memenuhi persyaratan modal disetor minimum bagi pendirian perusahaan hasil pemisahan sebagaimana diatur dalam peraturan Otoritas Jasa Keuangan mengenai perizinan usaha dan kelembagaan perusahaan asuransi, perusahaan asuransi syariah, perusahaan reasuransi, dan perusahaan reasuransi syariah,” demikian Pasal 14 dalam POJK 11/2023.
Pengaturan tentang spin off ini turut diselaraskan dengan peraturan lainnya, dengan tujuan konsolidasi pada industri perasuransian. Pengaturan lain yang dimaksud seperti peningkatan modal disetor pendirian perusahaan perasuransian, peningkatan ekuitas minimum di sektor perasuransian, penguatan tata kelola dan manajemen risiko, penguatan ekosistem industri perasuransian, dan penerapan standar internasional.
“Hal ini dimaksudkan untuk meningkatkan resiliensi perusahaan perasuransian dalam kondisi krisis, sekaligus mendukung transformasi proses bisnis dengan mengoptimalkan inovasi teknologi informasi, sehingga mampu meningkatkan jangkauan perusahaan perasuransian dalam menyediakan produk/layanan,” jelas OJK.