Sebanyak lima jurnalis menjadi korban tindak kekerasan dan penghapusan hasil liputan yang dilakukan sejumlah jaksa dan sekuriti Kejari Kendari, Sulawesi Tenggara
Ditulis oleh redaksi pada Mei 31, 2023
Sebanyak lima jurnalis menjadi korban tindak kekerasan dan penghapusan hasil liputan yang dilakukan sejumlah jaksa dan sekuriti Kejari Kendari, Sulawesi Tenggara (Sultra).
Kelima jurnalis yang menjadi korban kekerasan, yakni Naufal (Tribunnews Sultra), Nilsan (Edisi Indonesia), Muammar (Harian Publik), Mukhtaruddin (Inews TV) dan Ismail (Media Kendari).
Kekerasan terhadap lima jurnalis tersebut terjadi saat peliputan kaburnya terdakwa di kantor Kejari Kendari, pada Selasa (30/5/2023) sekira pukul 16.30 Wita.
Jurnalis Tribunnews Sultra, Naufal mengalami kekerasan saat melakukan live streaming penangkapan terdakwa usai kabur di gedung Kejari Kendari.
Handphone Naufal coba dirampas dan ditarik oleh seorang jaksa perempuan. Jaksa perempuan ini juga meminta Naufal untuk berhenti merekam situasi di dalam kantor kejaksaan.
Sementara itu, Nilsan, jurnalis Edisi Indonesia dua foto hasil peliputannya dihapus oleh seorang jaksa berseragam. Hal itu dilakukan setelah salah seorang jaksa merampas dan menyita handphone Nilsan.
Tak hanya itu, jurnalis Harian Publik, Muammar juga mengalami perampasan alat peliputan dan dilarang mengambil foto. Jurnalis Inews TV, Mukhtaruddin mengalami intimidasi, yakni pelarangan peliputan oleh sekuriti.
Terakhir, Ismail jurnalis Media Kendari diusir keluar dan dilarang melakukan peliputan di kantor Kejari Kendari. Ismail juga mendengar sejumlah pegawai kejaksaan berteriak meminta wartawan mengambil gambar.
Kordinator Bidang Hukum dan Advokasi IJTI Sultra, Fadli Aksar menilai, kekerasan dan penghapusan hasil peliputan merupakan merupakan tindakan menghalang-halangi tugas jurnalis serta melanggar undang-undang.
“Kerja-kerja jurnalis, mencari, memperoleh, dan menyebarluaskan berita dilindungi UU Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers. Sehingga, siapa pun tidak bisa menghalangi tugas jurnalis melakukan peliputan,” tegas Fadli Aksar
Menurut Fadli, upaya menghalang-halangi kegiatan jurnalistik merupakan pelanggaran hukum dan dapat dipidana sebagaimana Pasal 18 ayat (1) UU Pers.
“Dalam ketentuan Pasal 4 ayat (2), dan ayat (3), Undang-undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers pelaku dapat dipidana penjara paling lama 2 tahun dan denda paling banyak Rp 500 juta,” jelasnya.
Ketua IJTI Sultra, Saharuddin mengecam tindakan kekerasan dan penghalang-halangan terhadap kerja jurnalis yang dilakukan jaksa, pegawai, dan sekuriti Kejari Kendari.
“Bahwa tindakan, menghalangi, mengintimidasi, dan menghambat tugas jurnalistik adalah bentuk ancaman nyata kebebasan pers,” katanya.
IJTI Sultra pun mendesak Jaksa Agung ST Burhanuddin dan kepala Kejaksaan Tinggi Sultra turun tangan menjatuhkan sanksi tegas kepada para jaksa, pegawai dan sekuriti yang melakukan kekerasan terhadap lima jurnalis di Kendari.
Selain itu, Saharuddin juga meminta aparat kepolisian untuk menyelidiki, memproses, dan membawa kasus ini sampai ke pengadilan dengan menerapkan UU Pers.
“Meminta seluruh pihak, untuk menghormati kerja-kerja jurnalis. Sebab, aktivitas jurnalistik dilindungi dan dijamin undang-undang,” tegasnya.
IJTI Sultra juga mengimbau kepada jurnalis untuk tetap menaati kode etik dan keselamatan dalam melakukan peliputan.