Pendapatan premi industri asuransi jiwa diproyeksi tumbuh 2-5%, premi asuransi umum sekitar 6%, dan premi reasuransi meningkat 6,2% di tahun 2023.
Ditulis oleh redaksi pada Mei 11, 2023
Pendapatan premi industri asuransi jiwa diproyeksi tumbuh 2-5%, premi asuransi umum sekitar 6%, dan premi reasuransi meningkat 6,2% di tahun 2023. Proyeksi ini turut menimbang potensi sekaligus tantangan yang masih bergulir di masa mendatang.
Proyeksi tersebut disampaikan IFG Progress dalam Mini Media Gathering: Market Update dan Survei Literasi Asuransi yang digelar di Grha CIMB Niaga, Jakarta, Rabu (10/5/2023). Secara garis besar, proyeksi tim riset dari Holding BUMN Bidang Asuransi, Penjaminan, dan Investasi ini menghasilkan asumsi dengan kecenderungan konservatif.
IFG Progress merinci, premi asuransi jiwa pada tahun ini diperkirakan akan membukukan pertumbuhan sebesar 2%-5% year on year (yoy). Sementara itu, proyeksi pertumbuhan klaim pada industri asuransi jiwa diperkirakan akan berada pada kisaran 5%-9% (yoy) pada tahun ini.
Dalam perkembangannya, premi asuransi jiwa konvensional Januari-Maret 2023 tercatat masih turun -9,04% (yoy) menjadi Rp 43,68 triliun. Bahkan jika digabung dengan entitas syariah, maka premi dari industri asuransi jiwa susut sampai dengan 9,81% (yoy) menjadi Rp 44,84 triliun, berdasarkan statistik Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
Head of IFG Progress Reza Yamora Siregar mengatakan, pihaknya lebih optimis terhadap produksi premi di sektor asuransi jiwa, selepas kuartal I-2023. Industri telah melewati masa-masa sulit karena pandemi Covid-19, penyesuaian regulasi, dan kini masyarakat semakin sadar pentingnya memiliki asuransi jiwa.
“Entah masih negatif di tiga bulan pertama, tapi kami melihat asuransi jiwa masih akan tumbuh positif, meskipun tidak tinggi sekali, cuma sekitar 2-5%,” jelas Reza di Jakarta, Rabu (10/5/2023).
Dia menerangkan, sebuah indikasi baik bahwa WHO sudah mencabut status pandemi. Hal ini menandai bahwa risiko perlindungan terkait asuransi kesehatan menurun, yang membuat tarif premi juga turun. Fenomena ini sekaligus dapat disambut industri oleh potensi pemulihan daya beli dari masyarakat secara umum.
“Kami harap kondisi akan berubah di tahun ini terutama di semester kedua. Sebenarnya di semester satu kami agak ragu meski WHO menyatakan transisi ke endemi. Kalau asuransi jiwa faktor kesehatan lebih kuat, outlook kesehatan lebih baik, jadi angka yang jelek saat ini, berpotensi lebih tinggi di semester kedua sampai full year, ” imbuh Reza.
Untuk industri asuransi umum, IFG Progress memproyeksi tingkat premi tumbuh sebesar 6% (yoy). Di sisi lain, pertumbuhan klaim diproyeksikan akan tumbuh 10% (yoy) di tahun 2023. Kontribusi terbesar dari klaim industri asuransi umum berasal dari lini bisnis asuransi kredit.
Proyeksi pendapatan premi ini juga agak tidak sejalan dengan realisasi industri asuransi umum maupun reasuransi sampai sepanjang Januari-Maret 2023. Dalam hal ini, pendapatan premi asuransi umum konvensional tercatat sebesar Rp 25,80 triliun atau tumbuh 15,73% (yoy).
Sebaliknya, kata Reza,IFG Progress lebih pesimistis untuk kelanjutan tren positif yang bisa dicatatkan sektor industri asuransi umum. Menurut dia, dampak dari risiko ekonomi ke depan masih sangat kuat dan berpotensi besar memukul sektor asuransi umum.
“Untuk asuransi umum, kami melihat ekonomi bergerak agak menyusut. Kondisi ekonomi gak sebaik yang diantisipasi. Jadi di asuransi umum, kita lihat kondisi outlook kelihatan tinggi, kami agak konservatif angka (pertumbuhan) itu gak tinggi-tinggi banget karena ekonomi masih hadapi tantangan global demand, jadi growth less expected,” beber Reza.
Dijelaskan lebih lanjut, sebagai tim riset yang coba untuk berkontribusi lebih di sektor perasuransian, sudah seharusnya IFG Progress memberi gambaran yang lebih konservatif dengan menimbang banyak komponen risiko untuk setiap studinya. Dengan risiko yang semakin terukur, diharapkan pelaku usaha bisa lebih realistis dan percaya diri dalam implementasi bisnisnya.
Seperti asumsi IFG Progress terhadap pertumbuhan ekonomi nasional tahun 2023 sebesar 4,6-4,8% atau lebih rendah dari pencapaian tahun lalu sebesar 5,31%. Kondisi tersebut yang pada akhirnya memiliki korelasi langsung dengan sektor industri asuransi umum.
“Kalau outlook (ekonomi) melemah, kemungkinan besar demand-nya juga akan melemah. Jadi di situ preminya kita gak terlalu optimistis. Sementara klaim agak bearish, karena dalam kondisi ekonomi melemah tadi, risikonya justru jadi tinggi sehingga klaim naik,” terang Reza.
Sejalan dengan asuransi umum, industri reasuransi diprediksi bakal tumbuh sejalan dengan pertumbuhan perekonomian Indonesia, dimana premi reasuransi diproyeksikan tumbuh sebesar 6,2% (yoy). Sedangkan tingkat klaim reasuransi diasumsikan meningkat sebesar 10,3% (yoy).
Dibandingkan realisasi Januari-Maret 2023, premi reasuransi konvensional tercatat meningkat tipis 1,13% (yoy) menjadi Rp 6,53 triliun. Analisa pertumbuhan ini didasarkan pada data historis, dimana premi rata-rata pertumbuhan tahunan (CAGR) sebesar 10%. Demikian dengan pertumbuhan ekonomi yang sedikit melambat, premi dari industri reasuransi pun lebih lambat dari rata-rata pertumbuhan di tahun-tahun sebelumnya.
Sementara itu, Research Associate IFG Progress Rizky Rizaldi Ronaldo menjelaskan, masih ada sejumlah tantangan dalam ranah ekonomi makro bagi industri perasuransian dalam beberapa waktu mendatang. Pertama, struktur pertumbuhan ekonomi dalam dua kuartal terakhir disokong oleh ekspor bersih dan banyak bergantung pada surplus harga komoditas.
Kedua, bayang-bayang yang perlu diwaspadai terkait kredit di perbankan Amerika Serikat (AS) yang diantaranya bisa mencuat isu hard lending. Hal ini juga dapat menimbulkan ketidakpastian bagi pasar Indonesia.
Tantangan ketiga menyangkut ketidakpastian sektor keuangan, isu suku bunga, inflasi, dan konflik yang berlanjut. Sejumlah permasalahan ini diprediksi masih akan bergulir dan akan berdampak langsung kepada industri perasuransian.
“Dari tiga faktor ini bisa menyebabkan setidaknya dua faktor yang mungkin akan menggeser asumsi makro kita dan menggeser outlook industri asuransi kita. Faktor-faktor ini akan menyebabkan bank sentral melanjutkan kebijakan peningkatan suku bunga. Lalu dengan suku bunga yang tinggi, maka perekonomian tidak akan berjalan secepat sebelumnya,” ungkap Rizky.
Melihat kondisi tersebut, kata dia, penting bagi perusahaan asuransi untuk meningkatkan kewaspadaan meski harus tetap optimistis memandang ekonomi secara keseluruhan. Perusahaan asuransi juga mesti hati-hati terhadap tren risiko yang berkembang.
Senada, Ketua Dewan Komisioner OJK Mahendra Siregar memaparkan bahwa eskalasi tensi geopolitik, berlanjutnya permasalahan perbankan AS, serta tingkat inflasi global yang meskipun menurun masih bertahan di tingkat yang tinggi. Sejumlah risiko ini menjadi sumber potensi kerentanan utama bagi stabilitas sektor keuangan global.
“Beberapa indikator sektor riil AS bergerak melemah, yang meningkatkan kekhawatiran akan terjadinya resesi serta isu batasan debt ceiling AS menambah ketidakpastian di pasar. Kekhawatiran akan pengetatan likuiditas terus meningkat di tengah berlanjutnya pengetatan kebijakan moneter oleh Bank sentral utama global,” ungkap Mahendra.
Namun demikian, pasar tenaga kerja di AS dan Eropa masih kuat, begitupun perekonomian Tiongkok yang melanjutkan pemulihan setelah melakukan reopening pasca pandemi. Langkah cepat dari otoritas terkait penanganan gejolak perbankan di AS dan Eropa diharapkan dapat meredam penularan tekanan lebih lanjut secara global.
Indikator perekonomian Indonesia terkini menunjukkan kinerja ekonomi nasional yang solid dengan tumbuh 5,03% (yoy) di triwulan I-2023, meningkat dibandingkan triwulan IV-2022 yang tumbuh 5,01% (yoy). Inflasi menurun dan terkendali saat Ramadan dan Hari Raya dengan langkah antisipatif Pemerintah diantaranya melalui pengendalian harga bahan pangan.
Sementara itu, aktivitas manufaktur melanjutkan tren ekspansi selama 20 bulan berturut-turut dengan Purchasing Managers Index (PMI) Manufaktur nasional tercatat naik menjadi 52,7 (Maret 2023: 51,9). Di sektor eksternal, neraca perdagangan Indonesia di Maret 2023 kembali mencatatkan surplus meskipun menyempit akibat kontraksi nilai ekspor yang lebih dalam dibandingkan impor.