Terputar

Title

Artist


Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) Antonio Guterres mengecam keras pertempuran yang terjadi di Sudan.

Ditulis oleh pada April 22, 2023

Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) Antonio Guterres mengecam keras pertempuran yang terjadi di Sudan. Ia mendesak tentara dan pasukan paramiliter untuk segera melakukan gencatan senjata.

Sedikitnya 270 korban tewas dan 2.600 orang cedera dalam bentrokan yang terjadi sejak 15 April 2023.

“Ada konsensus kuat untuk mengutuk pertempuran yang sedang berlangsung di Sudan, serta menyerukan penghentian permusuhan,” kata Guterres setelah pertemuan yang diadakan oleh Uni Afrika untuk membahas situasi dramatis di Sudan, Kamis (20/4/2023) dikutip dari Anadolu.

Sebagai prioritas utama, Guterres mengimbau agar gencatan senjata berlangsung setidaknya selama momentum Idulfitri selama tiga hari. Hal itu guna memungkinkan warga sipil yang terjebak di zona konflik agar bisa menyelamatkan diri, mencari perawatan medis, dan mendapatkan makanan serta pasokan penting lainnya.

“Semua pihak yang berkonflik adalah umat Muslim, dan Idulfitri menjadi hari yang penting bagi umat Muslim. Mari momentum Idulfitri dijadikan saat yang tepat untuk mengadakan gencatan senjata,” ucap Guterres.

Mewakili PBB, ia menyatakan keprihatinan mendalam atas banyaknya warga sipil yang menjadi korban, situasi kemanusiaan yang buruk, dan prospek eskalasi lebih lanjut yang mengerikan.

Perang juga mengakibatkan gudang, kendaraan, dan aset kemanusiaan lainnya telah diserang, dijarah, dan disita. “Ini benar-benar keterlaluan,” ucapnya.

Sekadar informasi, pertempuran antara tentara militer Sudan (SAF) dan kelompok paramiliter Pasukan Dukungan Cepat (RSF) berlangsung sejak Sabtu (15/4/2023) di Ibu Kota Khartoum dan wilayah sekitarnya.

RSF menuduh tentara Sudan menyerang pasukannya di selatan Khartoum dengan senjata ringan dan berat, sementara militer mengklaim bahwa pasukan paramiliter menyebarkan kebohongan, dan menyebutnya sebagai kelompok pemberontak.

Sudan sendiri sejak Oktober 2021 sudah tidak memiliki pemerintahan yang berfungsi. Saat itu militer dinilai melakukan kudeta dengan membubarkan pemerintahan transisi Perdana Menteri Abdalla Hamdok dengan dalih keadaan darurat.


Pendapat pembaca

Tinggalkan balasan