Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Kementerian Hukum dan HAM (Ditjenpas Kemenkumham) bertukar informasi dengan Reclassering
Ditulis oleh redaksi pada September 22, 2022
Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Kementerian Hukum dan HAM (Ditjenpas Kemenkumham) bertukar informasi dengan Reclassering atau sejenis badan pemasyarakatan Belanda mengenai penerapan pidana bersyarat atau probation. Pertukaran informasi melalui Indonesia Netherlands Legal Update (INLU) yang digelar di Jakarta, Rabu (21/9/2022) ini dibutuhkan Ditjenpas lantaran Belanda memiliki pengalaman panjang menerapkan pidana bersyarat bagi pelanggar hukum ringan.
“Ini tindak lanjut dari kerja sama yang kita bangun. Kita akan belajar tentang pembinaan ataupun mencegah pelaku tindak pidana ringan ataupun anak-anak itu tidak masuk ke dalam lapas,” kata Henny Yuwono.
Dikatakan, Belanda telah dikenal secara luas sebagai negara yang menerapkan pidana bersyarat untuk memberikan penanganan yang tepat terhadap pelanggar hukum dan menciptakan kondisi yang aman bagi masyarakat. Kebijakan ini juga berdampak terhadap penurunan jumlah hunian di lembaga pemasyarakatan Belanda. Sementara itu, Indonesia juga tengah berjuang untuk mengoptimalkan penerapan restorative justice atau keadilan restoratif dalam penanganan tindak pidana.
Melalui penerapan restorative justice dan pidana bersyarat diharapkan dapat mengatasi kelebihan kapasitas di lapas. Saat ini jumlah penghuni lapas di Indonesia mencapai 275.167 orang. Padahal, kapasitas lapas hanya 132.107 orang. Kelebihan kapasitas lapas ini berdampak pada banyak hal. Salah satunya anggaran makan untuk warga binaan yang mencapai Rp 2 triliun per tahun.
Heni menyatakan, Indonesia memiliki badan pemasyarakatan yang selama ini mendampingi anak-anak yang berhadapan dengan hukum. Selain itu, Pasal 14 KUHP telah mengatur tentang pidana bersyarat. Dalam pasal tersebut, terdapat ketentuan adanya pidana percobaan.
“Pidana percobaan satu tahun misalnya, selama setahun itu tidak boleh melakukan tindak pidana. Mereka tidak di lapas, mereka di masyarakat,” katanya.
Heni berharap kegiatan ini dapat meningkatkan kapasitas pemasyarakatan di Indonesia untuk dapat melaksanakan fungsinya dalam pembinaan, pembimbingan. Selain itu, Heni berharap pemasyarakatan dapat membuat kajian mengenai penerapan pidana bersyarat yang dapat disetujui oleh pengadilan untuk diterapkan terhadap pelanggar hukum ringan. Tak hanya anak yang berhadapan dengan hukum, Heni berharap pidana bersyarat juga dapat diterapkan pada pelanggar hukum ringan dewasa.
“Yang dewasa pun kita sudah mulai merintis restorative justice. Artinya tindak pidana orang dewasa, tetapi tidak mengakibatkan korban atau ada batasan tertentu jumlah kerugiannya bisa diselesaikan dengan restorative justice,” katanya.
Meski demikian, Heni mengakui, adanya perbedaan sistem hukum dan penyelenggara pemasyarakatan antara Indonesia dengan Belanda. Untuk itu, kata Heni, dalam pertukaran informasi ini, pihaknya hanya mengadopsi pemasyarakatan di Belanda yang dapat diterapkan di Indonesia.