Di Depan Wakil Jaksa Agung, Ketua Komite I DPD RI Minta Kasus Ketua Umum PPWI Diselesaikan dengan Restorative Justice
Ditulis oleh redaksi pada April 5, 2022
JAKARTA,Dihadapan Wakil Jaksa Agung R.I, Dr. Sunarta, Ketua Komite I Dewan Perwakilan Daerah (DPD) R.I, Fachrul Razi, M.I.P meminta agar kasus Ketua Umum Dewan Pengurus Nasional Persatuan Pewarta Warga Indonesia (DPN PPWI), Wilson Lalengke, dapat diselesaikan dengan ‘Restorative Justice’.
Hal itu diungkapkan Fachrul Razi disela Rapat Kerja Komite I DPD R.I dengan Jaksa Agung R.I, yang berlangsung di Gedung DPD RI, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (4/04/2022).
Senator DPD R.I asal provinsi Aceh ini menjelaskan secara ringkas, terkait penangkapan Wilson Lalengke di Polres Lampung Timur, yang bermula dari adanya wartawan anggota PPWI Lampung Timur (M. Indra-red), yang memberitakan tentang perselingkuhan dari salah satu saudara pejabat disana. Akhirnya, wartawan tersebut disergap polisi dengan tuduhan memeras, padahal dijebak.
Atas penangkapan itu, Wilson Lalengke sebagai Ketua Umum PPWI turun ke Lampung Timur, dalam rangka mempertanyakan penangkapan anggotanya, M. Indra. Namun, ketika di Polres Lampung Timur ada papan bunga yang bertuliskan Ucapan Selamat atas penangkapan wartawan (pemeras-red), dan karena dianggap tidak benar, maka Wilson Lalengke dan kawan-kawannya merubuhkan papan bunga tersebut.
Atas peristiwa itu, lanjut Fachrul Razi, Wilson Lalengke dan kawan-kawan ditangkap, dan ditahan di Polres Lampung Timur, dan saat ini sudah dilimpahkan ke Kejaksaan.
“Saya pikir kasus seperti ini mestinya bisa dilakukan dengan pendekatan Restorative Justice saja. Dan ini sudah dilimpahkan ke Kejaksaan. Maka saya minta perhatian khusus dari pak Wakil Jaksa Agung Sunarta ya,” tandasnya.
Dikatakan Fachrul Razi, saat masyarakat sedang menjalankan ibadah puasa sekarang ini, maka persoalan ini hendaknya dapat diselesaikan secara baik-baik.
“Saya pikir, ini ada mis-komunikasi saja. Dan saat masyarakat sekarang ini sedang menjalankan ibadah puasa, maka hendaknya hal ini dapat diselesaikan dengan baik-baik,” pintanya.
Sebelumnya telah dibahas, bagaimana agar Komite I DPD R.I dan Jaksa Agung, secara bersama-sama mendorong penegakan hukum dengan Restorative Justice, dan mendorong lahirnya Undang-undang yang mengatur tentang penegakan hukum melalui penerapan Restorative Justice (RJ) baik di tingkat pusat maupun di daerah.
Dalam penegakan hukum di daerah, Fachrul Razi melihat, khususnya penyelenggara pemerintahan, baik Daerah maupun Desa, penerapan RJ menjadi sangat krusial, apabila terjadi masalah hukum dalam kebijakan-kebijakan mereka.
“Komite I DPD RI saat ini mendorong adanya aturan yang lebih tinggi yang mampu mengatur dan menjadi acuan dalam menyelesaikan kasus perkara Restorative Justice di daerah,” ungkap Fachrul Razi yang didampingi Wakil Ketua Komite I Fernando Sinaga dan Ahmad Bastian.
Untuk kasus-kasus kesalahan administratif, pejabat baik yang mengandung unsur penyalahgunaan wewenang maupun tidak, penyelesaiannya dilakukan di luar pengadilan melalui proses pengembalian kerugian Negara. Hal ini sejalan dengan semangat RJ yang tidak harus selalu berakhir dengan memidanakan pejabat.
Sementara itu, Wakil Jaksa Agung RI Sunarta mengungkapkan, tahun 2021 menjadi momentum bersejarah dalam penegakan hukum di Indonesia khususnya Kejaksaan RI, dengan disahkannya Undang-Undang Nomor 11 tahun 2021 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 16 tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia, perubahan UU tersebut bentuk penguatan kejaksaan dan lebih penting kepedulian komitmen penguatan penegakan hukum dan pemenuhan rasa keadilan masyarakat.
“Dengan terbitnya perubahan UU tersebut, memberi semangat baru bagi kami dalam komitmen penegakan hukum di Indonesia. Berkaitan dengan penegakan Restorative Justive yang dilakukan oleh kejaksaan mendapat respon positif dari masyarakat,” ucap Sunarta.
Wakil Jaksa Agung menambahkan, strategi yang dilakukan kejaksaaan yaitu dengan menerbitkan aturan pelaksanaan RJ dalam SE No.01/E/Ejp/02/2022 dan melakukan sosialisasi dan pendekatan ke masyarakat dalam membentuk Kampung Restorative Justice.
“Kami memandang perlu aturan yang lebih tinggi setingkat UU sehingga dalam penyelesaian perkara RJ akan mengacu pada UU tersebut, sehingga kami sepakat UU yang terkait pelaksanaan RJ sangat diperlukan,” pungkasnya. DANS/Red