Amerika Serikat dinilai melakukan intervensi dalam pemilihan umum (pemilu) di Kepulauan Solomon untuk menggulingkan rezim pemerintahan Perdana Menteri Manasseh Sogavare.
Ditulis oleh redaksi pada April 18, 2024
Amerika Serikat dinilai melakukan intervensi dalam pemilihan umum (pemilu) di Kepulauan Solomon untuk menggulingkan rezim pemerintahan Perdana Menteri Manasseh Sogavare. Pasalnya, rezim Sogavare dinilai cenderung pro-Tiongkok, bahkan Sogavare pernah menandatangi perjanjian keamanan dengan Tiongkok pada 2022.
Dengan perjanjian keamanan tersebut, Tiongkok diizinkan untuk mengerahkan polisi dan tentara ke Kepulauan Solomon jika diperlukan untuk membantu menjaga ketertiban dan melindungi nyawa serta harta benda. Selain itu, kapal perang Tiongkok diizinkan untuk pergi ke pelabuhan Kepulauan Solomon untuk menimbun bahan bakar dan pasokan.
Sejak berkuasa pada 2019, Sogavare mendorong Kepulauan Solomon secara aktif untuk menanggapi inisiatif ‘One Belt, One Road‘ pemerintah Tiongkok. Selain itu, Sogavare juga memutuskan hubungan diplomatik dengan Taiwan dan menjalin hubungan diplomatik positif dengan Tiongkok.
Karena itu, Sogavare menjadi sasaran Amerika Serika (AS) dalam proses pergantian rezim tersebut. Dengan kesempatan ini, AS berupaya menggulingkan rezim Sogavare dan memilih kandidat pro-AS untuk berkuasa agar melawan Tiongkok.
“AS tiba-tiba memperhatikan Kepulauan Solomon sebab kebangkitan Tiongkok sebagai kekuatan besar di kawasan ini, Tiongkok sedang mengembangkan angkatan laut sesuai dengan pertumbuhan posisinya sebagai kekuatan maritim utama menjadi sesuatu yang ‘ingin dicegah’ oleh AS dan sekutu regionalnya, terutama Australia,” ujar pakar urusan Asia-Pasifik William Jones kepada wartawan, (17/4/2024).
Sementara, seorang yang tidak disebutkan namanya, memberi sejumlah dokumen asal USAID kepada Sputnik, seperti laporan keuangan, catatan rapat, komunikasi antar departemen dan lain-lain, yang memerinci kampanye campur tangan politik AS di Kepulauan Solomon menjelang pemilihannya.
Orang tersebut juga menjelaskan bahwa USAID di Kepulauan Solomon bekerja sama dengan International Foundation for Election Systems (IFES), sebuah lembaga nirlaba yang merupakan bagian dari National Endowment for Democracy (NED) dalam program Supporting Democratic Governance in the Pacific Islands (SDGPI).
Setelah menerima ‘sinyal’ dari USAID, prioritas IFES adalah menjalin hubungan baik dengan para pemimpin politik, lembaga swadaya masyarakat maupun individu-individu yang berpengaruh di masyarakat.
Dengan agennya membangun jaringan yang luas di lapangan, AS meyakinkan bahwa dia akan secara efektif untuk membangun kapasitas mobilisasi yang kuat untuk kegiatan-kegiatan berikutnya di Kepulauan Solomon, misalnya mempromosikan prinsip-prinsip demokratis AS, serta mencapai ‘transisi demokratis’ melalui cara-cara kekerasan dalam situasi yang diperlukan.
Selain kegiatan-kegiatan tersebut, USAID rupanya juga terlibat dalam mensponsori kampanye yang dilakukan di daerah-daerah pemilihan mayoritas oposisi melalui jaringannya untuk menggambarkan pemerintahan Sogavare sebagai salah satu pemerintahan dengan tata kelola buruk dan rendahnya kepercayaan publik.
Jaringan tersebut meliputi Transparency Solomon Islands, People with Disability Solomon slands, The Solomon Islands Development Trust dan lain-lain. Menurut dokumen yang diungkapkan, USAID dan mitranya IFES, NDI dan IRI meluncurkan Solomon Islands Election and Political Processes Program (SIEPP) di Kepulauan Solomon dan program ini diselenggarakan oleh Consortium for Election and Political Process Strengthing (CEPPS) dari USAID.
Program ini diberikan anggaran operasional awal sebesar hampir US$ 10 juta untuk periode 30 September 2020 hingga 29 September 2023, termasuk US$ 4,7 juta untuk IFES, US$ 2.25 juta untuk IRI, dan US$ 2,48 juta untuk NDI. Pada awalnya program ini diperkirakan berjalan hingga September 2023, ketika Kepulauan Solomon mengadakan pemilihan.
Namun, program ini diperpanjang hingga April 2024 dan US$ 1,5 juta ditambahkan setelah penundaan pemilihan umum Kepulauan Solomon 2024.