Terputar

Title

Artist


Sejak film Penumpasan Pengkhianatan G30S PKI (1984) kembali diputar di layar kaca sejak 2017 lalu

Ditulis oleh pada Februari 10, 2024

Sejak film Penumpasan Pengkhianatan G30S PKI (1984) kembali diputar di layar kaca sejak 2017 lalu, muncul keinginan beberapa sineas Indonesia untuk membuat kembali (remake) film PKI yang lebih kekinian. Hal itu yang mungkin coba diwujudkan melalui Kupu-Kupu Kertas (2024), film produksi pegiat media sosial Denny Siregar yang tayang perdana di bioskop Indonesia mulai Rabu (7/2/2024).

Jika film PKI tahun 80-an garapan Arifin C Noer dianggap terlalu pro-Orde Baru, sementara film dokumenter milik Joshua Oppenheimer, Jagal (2012) dan Senyap (2014) dianggap terlalu “kiri”, maka Kupu-Kupu Kertas menempatkan pada sudut pandang orang-orang yang sebetulnya tidak ada sangkut pautnya dengan konflik berdarah PKI itu.

Menceritakan kisah percintaan Ning (diperankan oleh Amanda Manopo) seorang anak pimpinan PKI Rekoso (Iwa K), dengan Ihsan (Chicco Kurniawan) adik dari pimpinan GP Ansor di kawasan Banyuwangi, keduanya terjebak di tengah peristiwa berdarah 1965 di Jawa Timur. Baik Ning maupun Ihsan hanya menginginkan berada di tempat yang damai, tak memandang idiologi sebagai pembatas yang memisahkan cinta keduanya.

Situasi menjadi semakin pelik setelah kebrutalan PKI merebut tanah-tanah milik warga, hingga melakukan pembantaian terhadap pemuda Ansor. Hal itu dibalas dengan Operasi Gagak Hitam, yang menghabisi seluruh PKI beserta mereka yang dianggap antek-anteknya.

Sebagai film drama yang mengambil latar waktu dan tempat peristiwa berdarah darah 1965 oleh organisasi yang kini sudah dicap terlarang, Kupu-Kupu Kertas mencoba untuk tidak menjustifikasi apa yang dilakukan rakyat yang marah terhadap PKI, atau juga menempatkan PKI sebagai korban. Hal ini seolah menjadi garis yang tak mungkin dilewati oleh film garapan sutradara Emil Heradi itu.

Malahan Kupu-Kupu Kertas menegaskan, dalam suatu konflik berdarah, kerap kali yang menjadi korban adalah mereka yang tidak tahu menahu terkait apa yang diributkan, tak terlibat sama sekali dengan urusan ideologi. Pandangan Denny Siregar terhadap isu PKI yang sensitif itu terlihat jelas dalam film berdurasi 113 menit ini.

Kesan remake dari film PKI tahun 80-an dapat terlihat dari beberapa adegan dalam Kupu-Kupu Kertas. Seperti adegan penyiksaan yang menampilkan Gerwani, lagu Genjer-Genjer, hingga aksi kebrutalan PKI yang menampilkan kesan menjijikkan seperti di film tahun 80-an.

Beberapa bagian dalam film Kupu-Kupu Kertas juga terinspirasi dari peristiwa sejarah sesungguhnya. Misalnya peristiwa Cemethuk yang menewaskan pemuda Ansor Muncar, pembuangan mayat ke Lubang Buaya, hingga Operasi Gagak Hitam untuk menumpas PKI.

Dari jejeran pemeran yang terlibat dalam Kupu-Kupu Kertas (termasuk Ayu Laksmi, Fajar Nugra, hingga Reza Oktovian alias Reza Arap), rasanya aksi Iwa K menjadi yang paling menonjol dibanding bintang-bintang lainnya. Penyanyi rap senior itu mampu menampilkan sosok pimpinan PKI yang bengis, kejam, rakus, seperti gambaran PKI yang ditakuti warga hingga saat ini.

Adegan-adegan perkelahian yang ditampilkan sederhana justru berhasil dikemas dengan koreografi pertarungan yang cukup menarik. Sayangnya, justru unsur drama dalam film terkesan standar dan mudah ditebak.

Dalam satu bagian, ketika adegan pembantaian langsung ditransisikan secara bergantian dengan romantisme Ihsan dan Ning, justru gagal membawa penonton merasakan puncak ketegangan atau emosi yang coba dibawa oleh para pemain.

Pada akhirnya, sebagai film yang membawakan isu kontroversial PKI, Kupu-Kupu Kertas menjadi film yang berani dan cukup berhasil menampilkan pesan yang ingin disampaikan kepada penonton. Kupu-Kupu Kertas (2024) seolah menjadi remake kekinian dari film PKI era 80-an, dengan mengedepankan unsur drama dan tetap menampilkan elemen-elemen sejarah dari peristiwa berdarah.