Tartar Krimea, sebuah daerah yang dihuni oleh komunitas etnis minoritas Muslim, telah menjadi saksi peristiwa kontroversial yang melibatkan perubahan politik
Ditulis oleh redaksi pada Oktober 7, 2023
Tartar Krimea, sebuah daerah yang dihuni oleh komunitas etnis minoritas Muslim, telah menjadi saksi peristiwa kontroversial yang melibatkan perubahan politik, konflik berkepanjangan, hingga perpindahan penduduk.
Perjalanan panjang dan berliku ini telah menjadi ujian berat bagi masyarakat Tartar Krimea untuk bertahan di tanah leluhur mereka. Mereka yang menentang aneksasi ilegal Krimea oleh Rusia telah menjadi sasaran serius pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM), penganiayaan, diskriminasi, dan stigmatisasi oleh otoritas penjajah Rusia.
Pada acara third Crimea Platform Summit yang dihadiri oleh 63 negara dan organisasi internasional, Presiden Ukraina, Volodymyr Zelensky menyampaikan kisah yang mengharukan tentang seorang gadis bernama Leniye Umerova. Gadis ini terpisah dari keluarganya, termasuk ayahnya yang sedang sakit kanker stadium akhir.
Leniye Umerova adalah warga negara Ukraina dan juga Tartar Krimea. Namun, saat ini, dia terkurung di Moskow dan telah dipenjara selama lebih dari enam bulan. Satu-satunya komunikasi yang dapat diajukan dengan keluarganya hanya melalui surat-surat pendek.
Dalam pidatonya, Presiden Ukraina mengingatkan bahwa hak utama yang harus dihormati adalah hak untuk hidup. “Hak untuk hidup bebas, hidup dengan martabat, dan hidup di tanah kelahiran tanpa penindasan atau pekerjaan. Namun, kisah Leniye Umerova adalah contoh nyata bahwa hak-hak ini telah dilanggar,” kata dia Kamis (5/10/2023).
Seorang pakar komunikasi, Dr Algooth Putranto, juga mengutarakan pendapatnya tentang situasi ini. Dia mencatat bahwa selama sejarahnya, masyarakat Tartar Krimea telah menghadapi berbagai kesulitan dan serangkaian pelanggaran HAM yang tidak adil.
“Penderitaan yang mereka alami, serta perjuangan mereka untuk mendapatkan identitas, martabat, dan hak asasi manusia, seharusnya menjadi perhatian bersama kita,” katanya.
Aneksasi ilegal Rusia terhadap Krimea telah memicu serangkaian peristiwa tragis yang ditandai oleh pelanggaran berat terhadap hak asasi manusia masyarakat Tartar Krimea. Tindakan penganiayaan harus segera dihentikan sesuai dengan hukum humaniter internasional dan prinsip-prinsip HAM yang tidak boleh diskriminatif.
Semua bentuk kekerasan, pelanggaran HAM, deportasi, dan aneksasi adalah tindakan yang tidak dapat diterima. Aneksasi Tartar Krimea adalah sebuah peristiwa menggemparkan di mana Rusia secara sepihak mengambil alih kendali atas Semenanjung Crimea, yang sebelumnya merupakan bagian dari Ukraina.
Pasca aneksasi Tartar Krimea oleh Rusia pada tahun 2014, ketegangan masih berlanjut hingga saat ini, menjadi salah satu masalah yang belum terselesaikan dalam hubungan internasional. Pakar Hubungan Internasional dari Universitas Airlangga, Radityo Dharmaputra, menegaskan bahwa tindakan yang dilakukan Rusia terhadap Ukraina harus mendapat perlawanan.
“Pelanggaran berat terhadap hak asasi manusia harus diperangi, dan kita semua harus bersuara untuk mengutuknya,” tambahnya.
Radityo juga menyoroti pentingnya solidaritas dan dukungan internasional dalam mencapai perdamaian. Dia mengatakan bahwa pemerintah dan masyarakat Indonesia perlu bersatu dan memberikan dukungan kepada Tartar Krimea dan pemerintah Ukraina.
Dukungan dari berbagai negara untuk kemerdekaan dan integritas wilayah Ukraina sangat penting agar kecaman dan pelanggaran HAM dapat diatasi. Radityo mengingatkan kita bahwa jika Indonesia dan masyarakatnya dapat bersolidaritas dengan rakyat Palestina dan Rohingya, maka kita juga harus mendukung dan peduli terhadap masalah Tartar Krimea.
Mengakhiri pelanggaran HAM dan mengembalikan hak-hak masyarakat Tartar Krimea adalah tanggung jawab bersama, dan dunia harus bersatu untuk mencapai tujuan tersebut.