Terputar

Title

Artist


Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) sedang mempertimbangkan wacana penyensoran konten film di platform video berjaringan internet (over the top/OTT) yang digunakan oleh masyarakat di Indonesia

Ditulis oleh pada Agustus 27, 2023

Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) sedang mempertimbangkan wacana penyensoran konten film di platform video berjaringan internet (over the top/OTT) yang digunakan oleh masyarakat di Indonesia. Dalam waktu dekat, para penyedia layanan OTT, seperti Netflix, Disney, HBO Go, MaXStream, Vidio, dan lainnya akan dipanggil untuk berdiskusi dan membahas rencana pengaturan sensor terhadap konten yang ditayangkan, terutama film.

Selain penyedia layanan OTT, Kemenkominfo juga akan mengundang pihak-pihak yang berkepentingan, termasuk Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek), Lembaga Sensor Film (LSF), dan platform yang bermitra dengan layanan OTT. Tujuan dari pertemuan ini adalah untuk memastikan bahwa konten film yang ditayangkan di platform OTT sesuai dengan norma, etika, dan budaya yang berlaku di Indonesia.

Tayangan film di layanan OTT menjadi perhatian karena tren di kalangan perkotaan di Indonesia kini lebih cenderung untuk menikmati layanan OTT daripada menonton film di televisi tak berbayar (free to air/FTA) yang biasanya mendapatkan sensor dari LSF sebelum tayang.

Survei dari The Trade Desk juga menunjukkan bahwa lebih dari 50 juta penonton di Indonesia sudah mengandalkan layanan OTT berbasis iklan pada awal 2022, yang tumbuh sebesar 25% dari tahun sebelumnya.

Disney+ Hotstar diidentifikasi oleh data JustWatch pada akhir 2022 sebagai pemimpin pasar layanan OTT di Indonesia dengan pangsa pasar mencapai 23%. Pangsa pasar lainnya dikuasai oleh Netflix (21%), iflix (15%), Viu (12%), Vidio (10%), Prime Video (9%), HBO GO (7%), dan penyedia lainnya (3%).

Usman Kansong, Direktur Jenderal Informasi dan Komunikasi Publik (IKP) Kemenkominfo, menyatakan bahwa pihaknya sudah berbicara dengan Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Budi Arie Setiadi dan Wakil Menteri Kominfo (Wamenkominfo) Nezar Patria untuk segera mengumpulkan semua pihak terkait guna membahas masalah sensor, terutama pada konten film.

“Kita sih inginnya secepatnya. Karena, ini sudah menjadi isu publik dan perhatian masyarakat, sehingga ada dasarnya kita bergerak,” ujar Usman Kansong kepada Investor Daily, Jumat (25/8/2023).Usman menjelaskan bahwa berbagai skema dan kemungkinan akan didiskusikan bersama para pemangku kepentingan. Saat ini, kewenangan sensor film berada di bawah Lembaga Sensor Film (LSF). Beberapa pertimbangan termasuk apakah skema sensor diri sendiri (self-censorship) akan diterapkan atau apakah sensor akan dilakukan oleh platform dalam negeri yang bermitra dengan OTT global yang bersangkutan.

Namun, Usman menegaskan bahwa pengawasan terhadap platform OTT pada dasarnya berada di bawah kewenangan Kemenkominfo. Namun, hingga saat ini, tindakan pengawasan Kemenkominfo terhadap OTT hanya sebatas pemutusan akses (take down). Konten di platform OTT baru akan dihapus jika dinilai melanggar setelah ditayangkan.

“Mari kita bersama-sama menemukan solusi terbaik untuk masalah penayangan konten di platform OTT ini,” tuturnya.

Menteri Komunikasi dan Informatika Budi Arie Setiadi menyatakan platform OTT harus tunduk pada UU Penyiaran, termasuk masalah sensor. Saat ini, UU Penyiaran dalam proses revisi di Komisi I DPR. Salah satu tujuannya untuk memasukkan OTT dalam kriteria media penyiaran.

Menteri yang baru diangkat ini mengaku pihaknya serius mengkaji soal potensi memasukkan layanan streaming film ke dalam ranah penyiaran, seperti siaran TV konvensional tidak berbayar (free to air/FTA). Dia pun akan terus mendorong perlakuan berkeadilan terhadap tayangan sejenis

“Kita sedang mengkaji secara serius apakah nanti OTT dimasukkan dalam ranah penyiaran,” ujar Budi Arie di Jakarta.

Usman Kansong, Direktur Jenderal Informasi dan Komunikasi Publik (IKP) Kemenkominfo, menyatakan bahwa pihaknya sudah berbicara dengan Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Budi Arie Setiadi dan Wakil Menteri Kominfo (Wamenkominfo) Nezar Patria untuk segera mengumpulkan semua pihak terkait guna membahas masalah sensor, terutama pada konten film.

“Kita sih inginnya secepatnya. Karena, ini sudah menjadi isu publik dan perhatian masyarakat, sehingga ada dasarnya kita bergerak,” ujar Usman Kansong kepada Investor Daily, Jumat (25/8/2023).

Usman menjelaskan bahwa berbagai skema dan kemungkinan akan didiskusikan bersama para pemangku kepentingan. Saat ini, kewenangan sensor film berada di bawah Lembaga Sensor Film (LSF). Beberapa pertimbangan termasuk apakah skema sensor diri sendiri (self-censorship) akan diterapkan atau apakah sensor akan dilakukan oleh platform dalam negeri yang bermitra dengan OTT global yang bersangkutan.

Namun, Usman menegaskan bahwa pengawasan terhadap platform OTT pada dasarnya berada di bawah kewenangan Kemenkominfo. Namun, hingga saat ini, tindakan pengawasan Kemenkominfo terhadap OTT hanya sebatas pemutusan akses (take down). Konten di platform OTT baru akan dihapus jika dinilai melanggar setelah ditayangkan.

“Mari kita bersama-sama menemukan solusi terbaik untuk masalah penayangan konten di platform OTT ini,” tuturnya.

Menteri Komunikasi dan Informatika Budi Arie Setiadi menyatakan platform OTT harus tunduk pada UU Penyiaran, termasuk masalah sensor. Saat ini, UU Penyiaran dalam proses revisi di Komisi I DPR. Salah satu tujuannya untuk memasukkan OTT dalam kriteria media penyiaran.

Menteri yang baru diangkat ini mengaku pihaknya serius mengkaji soal potensi memasukkan layanan streaming film ke dalam ranah penyiaran, seperti siaran TV konvensional tidak berbayar (free to air/FTA). Dia pun akan terus mendorong perlakuan berkeadilan terhadap tayangan sejenis

“Kita sedang mengkaji secara serius apakah nanti OTT dimasukkan dalam ranah penyiaran,” ujar Budi Arie di Jakarta.

Selama ini, konten film di FTA harus melalui proses sensor yang ketat disesuaikan dengan nilai buda Indonesia dari LSF sebelum ditayangkan. Sementara itu, konten OTT tidak disensor dengan ketat seperti halnya FTA.

Wakil Ketua Komisi I DPR Abdul Kharis Abdul Kharis Almasyhari mengaku baru tahu adanya wacana penyensoran konten tayangan layanan OTT oleh Kemenkominfo. Sebab, rencana tersebut belum dikonsultasikan kepada Komisi I DPR, sebagai salah satu tupoksinya terkait penyiaran serta teknologi informasi dan komunikasi (TIK).

“Belum (ada pemberitahuan kepada Komisi I DPR),” jawab Abdul Kharis singkat, melalui pesan singkatnya.

Sebelumnya, walaupun tak membicarakan khusus tentang layanan OTT yang perlu diatur, dia menyebut Komisi I DPR tengah membahas revisi Undang-Undang No 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran (UU Penyiaran) untuk memasukkan media baru multiplatform berbasis internet yang selama ini belum diatur. Media baru ini di dalamnya termasuk OTT.

Revisi UU itu tetap menjadi Rancangan Undang-Undang (RUU) usul inisiatif DPR masa bakti 2019-2024. Soal apakah RUU nantinya membahas soal siaran media baru, menurut Kharis, hal itu juga terus dibahas. “Insyaallah bahas (media baru),” katanya.

Hasil revisi UU Penyiaran nantinya pun diharapkan dapat menjawab tantangan perkembangan TIK. Apalagi, UU Penyiaran masih mengandung kelemahan. Selain belum memasukkan pengaturan multiplatform atau penyiaran yang berbasis internet, kewenangan Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) yang kurang optimal dan strategis terhadap pengawasan tayangan di media baru dan media sosial.

 


Pendapat pembaca

Tinggalkan balasan