Terputar

Title

Artist


Selain uji materi batas usia capres dan cawapres, pemohon atas nama Gulfino Guevarrato (33 tahun) juga menggugat ketentuan soal keikutsertaan kandidat di pilpres

Ditulis oleh pada Agustus 22, 2023

Selain uji materi batas usia capres dan cawapres, pemohon atas nama Gulfino Guevarrato (33 tahun) juga menggugat ketentuan soal keikutsertaan kandidat di pilpres. Menurut Gulfino, MK perlu memberikan kepastian agar capres dan cawapres hanya maju dua kali saja di pilpres.

Hal ini termuat dalam uji materi Pasal 169 huruf n Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu (UU Pemilu) yang dilayangkan pemohon bernama Gulfino Guevaratto, dengan kuasa hukum Donny Tri Istiqomah. Uji materi didaftarkan ke MK pada hari ini, Senin (21/8/2023).

Menurut Donny, pemohon (Gulfino) merasa hak konstitusional dirugikan akibat pemberlakuan Pasal 169 huruf n UU Pemilu yang tidak mengatur pembatasan warga negara maju di pilpres. Donny menilai, tidak adanya batasan warga negara mengikuti pilpres, melanggar hak asasi manusia (HAM) warga negara lainnya.

“Bahwa Pasal 169 huruf n UU Pemilu terkait syarat calon presiden dan wakil presiden menyatakan belum pernah menjabat sebagai presiden atau wakil presiden selama dua kali masa jabatan dalam jabatan yang sama,” ujar Donny saat konferensi pers soal uji materi batas usia capres dan cawapres serta batas pencalonan presiden di Bakoel Coffee, Cikini, Menteng, Jakarta, Senin (21/8/2023).

Donny mengatakan pembatasan dalam Pasal 169 huruf n UU Pemilu belum memberikan pembatasan yang dapat melindungi hak konstitusional pemohon secara utuh. Khususnya kata dia, hak untuk memperoleh penghormatan hak asasi manusia dari orang lain dalam tertib kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara sebagai bagian dari hak kolektif warga negara yang diatur pada Pasal 22J ayat (1) UUD NRI 1945.

“Sebab yang dibatasi hanya tentang jumlah berapa kali seorang warga negara dapat menjabat sebagai presiden dan wakil presiden, belum ikut membatasi tentang berapa kali seorang warga negara dapat mencalonkan dirinya sebagai calon presiden dan wakil presiden,” jelas Donny.

Menurut Donny, pembatasan pencalonan presiden dan wakil presiden dalam rangka melindungi hak konstitusional warga negara. Donny menilai, seharusnya secara etika politik dan sifat kenegarawanan, seseorang tidak mencalonkan dirinya lagi pada pemilu berikutnya jika dua kali pencalonannya sebagai capres atau cawapres gagal.

“Hal ini untuk memberikan kesempatan kepada pemohon dan warga negara lainnya yang belum pernah mencalonkan diri,” tandas Donny.

Donny mencontohkan etika politik dan sifat kenegarawanan pada pencalonan presiden dan wakil presiden tersebut pernah ditunjukkan oleh Hillary Clinton pada pemilihan presiden Amerika Serikat. Pada awalnya, Clinton kalah melawan Barack Obama dalam konvensi Partai Demokrat 2007. Lalu pada pemilihan presiden 2016, Clinton kembali kalah melawan Donald Trump.

Menghadapi dua kali kekalahan tersebut, Hillary Clinton tidak mencalonkan dirinya pada pilpres berikutnya dan memberikan tersebut kepada Joe Biden.

Contoh praktik etika politik sifat kenegarawanan demikian juga pernah terjadi di Indonesia. Hal itu ditunjukkan Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri setelah mengikuti dua kali Pilpres pada Pemilu 2004 dan Pemilu 2009. Megawati lalu memutuskan untuk tidak lagi mencalonkan diri pada pemilu berikutnya.

“Suatu keputusan dan sifat kenegarawanan yang patut dipuji dan dibanggakan,” kata dia.

Hanya saja, kata Donny, etika politik dan sifat kenegarawanan dalam pencalonan presiden dan wakil presiden saat ini belum diatur secara tegas ke dalam sebuah norma. Karenanya, calon dapat secara bebas menggunakan haknya berkali-kali di pilpres.

Lebih lanjut, Donny mengatakan pihaknya meminta agar MK memutuskan Pasal 169 huruf n UU Pemilu juga mengatur pembatasan pencalonan presiden dan wakil presiden paling banyak dua kali. Apabila tidak, Donny menyatakan kliennya sebagai pemohon mengalami kerugian konstitusional.

“Di mana pemohon akan sulit menggunakan haknya untuk mencalonkan diri sebagai calon Presiden karena warga negara lainnya masih bisa menggunakan haknya untuk mencalonkan diri,” pungkas Donny.

Gulfino Guevarrato juga menggugat ketentuan Pasal 169 huruf q UU Pemilu yang hanya mengatur batas usia minimum capres-cawapres, yakni 40 tahun. Pasal 169 huruf q dinilai bertentangan dengan Pasal 28D ayat (3) dan Pasal 28J ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Dalam petitum permohonannya, Gulfino berharap MK memutuskan agar usia capres dan cawapres pada Pasal 169 huruf q menjadi berusia paling rendah 21 tahun dan paling tinggi 65 tahun pada saat pengangkatan pertama.


Pendapat pembaca

Tinggalkan balasan