Google selama lebih dari dua dekade telah mendominasi perilaku pencarian konsumen
Ditulis oleh redaksi pada Mei 9, 2023
Google selama lebih dari dua dekade telah mendominasi perilaku pencarian konsumen. Namun pada 2022 lalu, Wakil Presiden Senior Vice President Google, Prabhakar Raghavan sempat menyampaikan kekhawatirannya terkait mulai bergesernya perilaku pencarian masyarakat. Banyak anak muda yang kini lebih memilih aplikasi TikTok dalam melakukan pencarian.
“Dalam studi kami, hampir 40% anak muda, ketika mereka mencari tempat untuk makan siang, tidak pergi ke Google Maps atau Google Search, mereka pergi ke TikTok atau Instagram,” kata Prabhakar Raghavan dikutip dari Techcrunch, Senin (8/5/2023).
Banyak pihak yang menyebutkan, Google mulai kurang dapat diandalkan dibandingkan pesaing mereka seperti TikTok. Misalnya, saat Anda mencari restoran lokal terbaik di Google, Anda sering diperlihatkan blog panjang, menampilkan sejumlah besar kata kunci dan gambar yang didaur ulang dari situs web restoran. Tetapi, jika Anda mengambil istilah pencarian yang sama dan menerapkannya di TikTok, Anda diperlihatkan video populer dari orang-orang nyata yang membagikan pengalaman mereka.
Terkait hal ini, inisiator dari SEOCon, Ryan Kristomuljono menyampaikan, saat ini sudah ada banyak search engine, bukan hanya Google. Istilah SEO juga merupakan singkatan dari search engine optimization, bukan Google optimization.
“Search engine itu bukan hanya Google. Mereka berlomba-lomba untuk mengoptimasi algoritma dari mesin mereka masing-masing. Tujuannya semuanya sama. Kalau kita sebagai pengguna platform, kita ingin muncul pada saat orang melakukan pencarian tertentu,” kata Ryan dalam konferensi pers penyelenggaraan SEOCon Jakarta 2023, baru-baru ini.
CEO Media Buffet PR Bima Marzuki di kesempatan yang sama juga menyampaikan, penggunaan TikTok sebagai mesin pencarian memang sudah tervalidasi. Beberapa klien mereka di level korporasi juga sedang mengeksplorasi tren ini.
“Beberapa klien kami sedang mengeksplorasi, bisa gak paling tidak mulai menambah satu platform lagi, kalau tidak mensubstitusi. Tetapi Kalau untuk mensubstitusi (mengganti Google jadi TikTok), mungkin akan butuh journey dan akan butuh beberapa faktor,” kata Bima.
Bima mengakui, TikTok saat ini memang sudah digunakan sebagai mesin pencarian. Ada banyak informasi yang bisa didapatkan berikut video lewat fitur pencarian di TikTok. Namun, ekosistem TikTok belum sekuat Google.
“Kita mesti lihat perkembangan antara TikTok dan Google itu sendiri. Google melengkapi ekosistemnya, sehingga Google Search itu hanyalah satu core di antara sekian banyak ekosistem. Ada Gmail, Google Map, Youtube, Drive, Cloud, begitu banyak ekosistem yang berguna bagi level UMKM dan enterprise. Sedangkan TikTok, mereka belum terbentuk ekosistemnya, tetapi akselerasi cepat, larinya kencang,” kata Bima.
Karakteristik platform yang “berlari kencang” ini biasanya digunakan oleh satu segmen tertentu, yaitu UMKM.
“Memang betul, ketika orang misalnya jualan sambel di TikTok, hanya live saja penjualannya bisa ratusan juta. Tetapi saya belum melihat case study yang enterprise level di Indonesia, kalau di luar negeri sudah ada. Jadi sebenarnya sangat tergantung bagaimana TikTok mengembangkan ekosistemnya. Karena bisnis itu kalau dalam skala besar bukan hanya butuh satu alat, tetapi butuh bantuan komprehensif yang bisa membantu dia seperti yang dihadirkan Google. Jadi ini pekerjaan rumah bagi TikTok bagaimana dia bisa membangun ekosistemnya,” kata Bima.