Ada sejumlah alasan mendasar kenapa pria menarik diri saat ada masalah. Selengkapnya, mari kita uraikan di sini.

Mengutip buku Men Are from Mars and Women Are from Venus, “Pria seperti karet gelang. Saat menarik diri, mereka hanya dapat mulur sejauh mereka dapat mengerut kembali. Karet gelang adalah kiasan sempurna untuk memahami siklus keakraban laki-laki. Siklus ini meliputi mendekat, menarik diri, kemudian mendekat lagi.” Kaum pria umumnya secara naluriah merasakan dorongan untuk menarik diri ketika menghadapi sebuah perkara yang rumit. Ini terjadi begitu saja, dan merupakan daur alami.

Waktu menyendiri atau menepi, pria sedang memuaskan kebutuhannya akan kebebasan. Semacam butuh ruang sendiri untuk menenangkan diri tanpa gangguan siapa pun. Bukan karena dia tak lagi mencintaimu, tetapi memang ada kebutuhan yang perlu ia penuhi agar bisa lebih mudah berpikir jernih.

Saat menjauhimu atau sedang menyendiri, pria biasanya sedang berusaha untuk memulihkan dirinya. Dia memulihkan dirinya demi bisa mendapatkan kekuatan baru. Seperti karet gelang, dia akan menjauhimu (meregang) sampai batas tertentu sementara sebelum akhirnya dia kembali mendekat lagi. Saat menyendiri, pria bisa berusaha untuk mendapatkan kekuatan baru untuk bisa menyelesaikan persoalan dengan kepala jernih.

Untuk melihat gambaran besar akan sesuatu, biasanya kita perlu menarik diri dan menjauh. Pria yang menyendiri saat ada masalah bukan berarti selalu kabur atau lari dari masalah. Bisa jadi dia sedang mencari alternatif solusi atas masalah yang dihadapi. Dia sedang mencoba melihat gambaran yang lebih besar dan luas dari perkara yang dihadapi.

Dia menyendiri karena bisa jadi sedang menguji kemampuannya sendiri. Dia ingin tahu sejauh apa dan seberapa mampu dia mengatasi persoalannya itu. Ada ego dan harga diri yang berbicara juga. Di sini kadang dia juga sedang berproses untuk menjadi pribadi yang lebih dewasa lagi.

Tak perlu panik saat pasanganmu menarik diri untuk sementara waktu ketika ada masalah. Komunikasikan saja dengan baik bahwa kamu memahami kebutuhannya itu tanpa menyudutkan atau menyalahkannya. Selama situasinya tak berubah jadi “perang dingin” atau silent treatment, hubungan yang ada masih bisa diperbaiki dengan meningkatkan sikap saling pengertian.