Pemerintah mempertimbangkan opsi relokasi warga sekitar Depo Pertamina Plumpang, ke area yang lebih aman
Ditulis oleh redaksi pada Maret 8, 2023
Pemerintah mempertimbangkan opsi relokasi warga sekitar Depo Pertamina Plumpang, ke area yang lebih aman sebagai solusi untuk menghindari kejadian kebakaran memakan korban jiwa seperti yang terjadi pada Jumat (3/3/2023).
Masalahnya, sebagian warga menolak untuk direlokasi dengan alasan sudah tinggal di area itu sejak bertahun-tahun. Ditambah lagi persoalan ganti rugi lahan yang mungkin saja tak sesuai dengan keinginan warga.
Pengamat Tata Kelola Perkotaan dari Universitas Trisakti, Yayat Supriyatna mengatakan Pertamina memang mengklaim lahan di sekitar depo tersebut sebagai lahan mereka, namun tidak bisa membuktikan kepemilikannya.
“Memang ada tumpang tindih klaim hak kepemilikan lahan tersebut antara Pertamina, badan usaha lain, juga warga. Pertamina sempat berusaha membebaskan lahan itu pada 1992, namun digugat warga dan ternyata warga menang,” kata Yayat.
“Tapi memang tanah itu tanah sengketa, jadi BPN tidak bisa menerbitkan sertifikat kalau masih bersengketa,” tambahnya.
Sekadar informasi, saat pembangunan di tahun 1972, Terminal BBM ini berlokasi di Jalan Inspeksi Kali Sunter, No.Kav. 45-46 Kelapa Gading Barat, Kelapa Gading, Jakarta Utara. Letaknya di RT 1/RW 4, Sungai Bambu, Kecamatan Tanjung Priok itu masih berupa rawa.
Depo itu sendiri mulai dioperasikan pada 1974, hingga kini menjadi penopang sekitar 20% kebutuhan BBM harian di Indonesia, atau sekitar 25% dari total kebutuhan SPBU Pertamina.
Perlahan warga mulai mendiami kawasan tersebut, hingga akhirnya zona yang sejatinya tidak boleh menjadi kawasan hunian, justru menjelma menjadi kawasan padat penduduk. Benang persoalan semakin kusut setelah sengketa lahan di kawasan tersebut diseret ke urusan politik.
“Mereka tinggal secara ilegal, namun menjadi legal karena proses administratif dan kepentingan politik, sehingga keberadaan warga diakui baik itu melalui KTP maupun IMB,” kata Yayat Supriyatna.
Adapun warga bisa mendapatkan KTP sesuai janji kampanye Presiden Jokowi saat berkampanye di Pemilihan Gubernur 2012 pernah menjanjikan pemberian KTP untuk warga Tanah Merah.
Hal itu diwujudkannya usai terpilih, dengan menerbitkan lebih dari 1.000 KTP dan ratusan kartu keluarga untuk warga Tanah Merah.
Tahun 2017, saat kampanye Pemilihan Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan menjanjikan akan menerbitkan IMB sebagai tanda legal kepemilikan warga Tanah Merah.
Oktober 2021, Anies menepati janjinya dengan mengeluarkan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) kawasan yang bersifat sementara kepada warga Kampung Tanah Merah.
Terkait dikeluarkannya KTP hingga IMB yang membuat warga Tanah Merah “legal” menempati kawasan sekitar Depo Pertamina Plumpang, Agus Pambagio menilai itu merupakan blunder dari pemerintah.
Agus menegaskan warga mau tidak mau harus mau direlokasi, demi keamanan dan supaya kejadian kebakaran berujung hilangnya nyawa itu tidak terulang. Agus juga menilai warga sekitar belum tentu bisa menuntut ganti rugi, mengingat tanah yang mereka tinggali bukanlah milik mereka.
“Tanah yang menjadi kawasan permukiman itu harus dikembalikan menjadi daerah terbuka. Pemerintah sebetulnya tidak wajib untuk ganti rugi, karena secara hukum meski mereka punya KTP dan IMB, tapi tanah memangnya tercatat di Kementerian ATR BPN?” kata Agus.
“Pertamina juga tidak bisa sembarangan kasih ganti rugi, karena pertanggung jawabannya bagaimana? Itu tanah legal atau tidak? Bisa-bisa mereka dipanggil KPK jika sembarang mengeluarkan uang,” ucapnya.
Rencana untuk merelokasi warga ini jauh lebih ideal ketimbang solusi lainnya yang dikaji pemerintah, yakni memindahkan Depo Plumpang ke area reklamasi. Tinggal bagaimana Pertamina mengaudit sistem keselamatan dan memberi jaminan keamanan bahwa peristiwa kebakaran itu tidak terjadi lagi.
“Tidak masuk akal kalau Depo Plumpang yang dipindah. Mau tidak mau orangnya yang harus pindah. Pemerintah bisa siapkan rumah susun dan warga harus bersedia direlokasi,” ucap Agus.
Sementara itu, Yayat Supriyatna menilai Depo Plumpang merupakan investasi strategis, yang keberadaanya sudah tidak bisa dipindah ke area lain lagi. Lokasi depo yang berkontribusi pada 20% distribusi BBM nasional, telah terhubung dengan pipa sepanjang lima kilometer ke pelabuhan, serta dekat dengan jalan tol guna memudahkan proses distribusi.
“Kalau Plumpang dipindah, butuh biaya berapa banyak untuk membangun depo dengan kualitas yang sama? Butuh waktu berapa lama untuk pembangunannya?” kata Yayat.
“Lebih masuk akal kalau penduduknya yang direlokasi. Mereka juga tidak aman untuk tinggal di area itu. Pemerintah harus memindahkan mereka ke tempat yang lebih layak, seperti rusun. Pemerintah sudah lebih berpengalaman dalam merelokasi warga,” pungkasnya.