Terputar

Title

Artist


Diskusi Terbatas “Penyusunan Pedoman Akselerasi Manajemen Talenta Instansional” Bandung, 22 Nopember 2022

Ditulis oleh pada Januari 24, 2023

Pemerintah Indonesia telah mencanangkan Manajemen ASN berbasis sistem merit dengan mengedepankan Manajemen Talenta sebagai program prioritas untuk membangun sumberdaya manusia birokrasi yang profesional, netral, berintegritas dan berkinerja tinggi. Hasil akhir yang diharapkan adalah terbangunnya birokrasi pemerintahan berkelas dunia. Tentu saja keinginan ini bukan tanpa tantangan. Menengok ke belakang, pengalaman di Indonesia dan berbagai negara, birokrasi kita selama beberapa dekade begitu lekat dengan sistem spoil dan patronase. Sebuah sistem yang amat dekat dengan penguasa dan dipergunakan untuk menjamin keberlanjutan kekuasaan. Dalam konteks manajemen ASN, sistem spoil dan patronase dirasakan dalam sistem seleksi, dan promosi. Pada akhirnya muncul banyak kekecewaan terhadap sistem ini, khususnya terkait layanan publik. Sistem pelayanan publik di lingkungan birokrasi pada akhirnya cenderung didominasi oleh faktor politik sehingga memunculkkan politisasi birokrasi. Muaranya adalah kualitas pelayanan birokrasi yang jauh dari harapan publik, tidak adil, condong pada satu kelompok, dan di sisi lain malah berpotensi menindas kelompok-kelompok minoritas. Manajemen sumberdaya manusia berbasis merit hadir memberikan koreksi sistem manajemen pegawai negeri yang berbasis sistem patronase dan spoils. McCourt mendefinisikan merit sebagai “penunjukan orang terbaik untuk pekerjaan apa pun yang diberikan”. Orang terbaik dimaksud adalah orang dengan kualifikasi tertinggi yang dapat menduduki jabatan, bukan karena latar belakang politik, keluarga, kolega, agama, suku, jenis kelamin, dan sebagainya.

pada level praktis, implementasi sistem merit diperlukan dukungan manajemen talenta agar operasionalisasi dapat dilakukan secara lebih kredibel. Davis (2009) mendefinisikan manajemen talenta sebagai pendekatan yang terstruktur dan terencana oleh institusi dalam merekrut, mengembangkan sampai mempertahankan orang-orang yang memiliki talenta di dalam suatu organisasi. Dengan demikian personel-personel yang ada di dalam organisasi dapat berkembang sekaligus memberikan dampak positif untuk kemajuan institusi.

Terdapat beberapa poin manfaat dari pelaksanaan manajemen talenta yaitu: 1) perbaikan proses rekrutmen talenta yang sesuai dengan kebutuhan organisasi, 2) membantu menemukan karyawan yang memiliki potensi tinggi, 3) menyiapkan jalur karir pegawai agar dapat lebih berkembang, dan 4) merencanakan program pembelajaran dan pengembangan pegawai untuk meningkatkan kinerja dan potensi di masa depan.

Muara dari pelaksanaan manajemen talenta adalah terwujudnya profesionalime ASN di seluruh level instansi pemerintah. mereka adalah agen reformasi, penyusun kebijakan dan pelaksana kebijakan. Proses dan tahapan-tahapan yang dilaksanakan dalam manajemen talenta, akan menjadi fase pembentukan profil pegawai yang terpilih yang memiliki kompetensi, kapasitas, serta potensi yang dapat dioptimalkan oleh organisasi.

Narasumber Diskusi Terbatas

Hadir sebagai Narasumber dalam diskusi terbatas ini perwakilan dari BKD Pemerintah Provinsi Jawa Barat (Bpk Aji Suryo Utomo), Pemerintah Kota Bandung (Bpk Adi Junjunan Mustofa), dan Kepala Puslatbang PKASN LAN Jatinangor (Bpk Riyadi). Acara dibuka oleh Kepala Pusat Kajian Manajemen ASN LAN (Ibu Elly Fatimah)

Pembahasan:

Kesenjangan Implementasi MTI

Untuk membangun SDM aparatur yang profesional, netral, berintegritas dan berkinerja tinggi, pemerintah telah mencanangkan Manajemen ASN berbasis sistem merit dengan mengedepankan Manajemen Talenta sebagai kegiatan prioritas nasional. Capaian jangka panjang yang hendak diupayakan adalah untuk mewujudkan birokrasi yang berkelas dunia. Merujuk SE Menpan RB No.10 tahun 2021, sampai dengan tahun 2023 penerapan manajemen talenta secara nasional meliputi 87 Kementerian dan Lembaga Pemerintah Nonkementerian (K/LPNK). Sementara untuk tahun 2024, penerapan manajemen talenta secara nasional meliputi 34 Pemerintah Provinsi dan 100 Pemerintah Kabupaten/Kota.

Yang menjadi pertanyaan berikutnya adalah, bagaimana posisi implementasi manajemen talenta di lingkup Kementerian/Lembaga/dan Pemerintah Daerah? Dari serangkaian FGD yang dilakukan, terungkap berbagai fakta menarik, bahwasannya status implementasi MTI ternyata berada pada rentang yang sangat ekstrem. Terdapat kementerian, lembaga, provinsi, kabupaten/kota yang telah cukup maju dalam pelaksananaannya. Namun di sisi lain, kementerian, lembaga, provinsi, kabupaten/kota yang masih belum mengimplementasikan MTI ini. Kementerian-kementerian (utama/portofolio) seperti Kementerian Keuangan, Kementerian PUPR, dan Kementerian BUMN menjadi leading dalam pelaksanaan Manajemen Talenta di lingkup Pemerintah Pusat. Sementara Provinsi Jawa Barat, Provinsi DIY, Provinsi Jawa Tengah, Pemerintah Kota Bandung, Pemerintah Kabupaten Sumedang menjadi representasi pemerintah daerah yang telah melaksanakan MTI di lingkungannya.

Menurut narasumber BKD Provinsi Jawa Barat (Aji Suryo Utomo) bahwa “untuk mengimplementasikan manajemen talenta instansional membutuhkan dukungan pimpinan yang dituangkan dalam legal formal serta membutuhkan hire fresh graduate untuk membangun SIM Kepegawaian dan SIM Jawara”.

Sementara itu meurut narasumber BKPSDM Kota Bandung (Bpk Adi Junjunan), bahwa “keberhasilan manajemen talenta instansional memerlukan modal awal berupa keinginan dan komitmen PPK, basis data kepegawaian yang lengkap/SIMPEG, proses ujikom dan asesmen secara regular, penilaian kinerja yang berjalan baik, dan system informasi MT yang andal terus dikembangkan”.

Tantangan Akselerasi Implementasi Manajemen Talenta Instansional

  1. Pemahaman yang masih terbatas Bisa jadi manajemen talenta saat ini masih dipahami sebagai konsep yang eksklusif bagi pengelola SDM di instansi. Manajemen talenta melibatkan semua unstur dalam organisasi. Ini merupakan poin yang berpotensi menjadi kendala ketika penerapan manajemen talenta di organisasi. Potensi dukungan dari berbagai pemangku kepentingan internal dalam proses MTI akan mempermudah dalam implemetasi MTI.
  2. Kendala politis Manajemen talenta adalah tentang bagaimana instansi menyiapkan kandidat-kandidat yang akan menduduki jabatan-jabatan di lingkungan organisasi, baik kementerian, lembaga atau pemerintah daerah. Namun, yang maasih sering disalah pahami, karena penetapan dan pengangkatan pejabat ini adalah kewenangan pembina kepegawaian, MTI dituding akan mengambil porsi kewenangan Pejabat Pembina Kepegawaian (PPK). Suasana kebatinan ini jauh lebih terasa di level pemerintah daerah terlebih di era otonomi saat ini. PPK di lingkungan pemerintah daerah adalah pejabat politik yang dipilih melalui pemilhan kepala daerah secara langsung. Dampaknya, politisasi birokrasi menjadi kendala yang sangat besar dalam pelaksanaan MTI yang berbasis sistem merit. Menghadapi situasi ini, perlu upaya advokasi optimal dari pengelola SDM untuk meyakinkan para pejabat politik tentan perang manajemen talenta dalam konteks manajemen ASN di lingkungan pemerintah daerah. tidak bisa dipungkiri, tantangan kuatnya intervensi politik serta patronasi elit, kerap menurunkan motivasi untuk mendorong implementasi MTI.
  3. Kendala sumberdaya manusia Implementasi manajemen talenta di lingkungan instansi tidak lepas dari kebutuhan dukungan sumberdaya manusia. Kebutuhan ini bisa ditelusuri dari tahapanthapan yang harus dilakukan dalam manajemen talenta. Tidak hanya pengolah data-data kepegawaian, namun juga diperlukan profesional yang mempunyai kapasitas/kompetensi dalam pemetaan dan penilaian protensi pegawai. Mereka adalah para asesor-asesor SDM. Belum semua instansi pemerintah memiliki assesor SDM yang secara khusus membidangi pemetaan dan penilaian ini. Tentu dibutuhkan dalam jumlah besar.
  4. Buruknya infrastruktur data dukungan data selalu menjadi permasalahan yang jamak ditemui terkait pengelolaan berbagai sumberdaya termasuk sumberdaya manusia. Meskipun disadari bahwa data-data yang terkelola dengan baik, terbarukan, dan disimpan dengan dukungan sistem yang solid akan menjadi basis yang valid dalam pengambilan kebijakan nyatanya tetap saja persoalan ini banyak terabaikan. Inilah yang masih ditemui di sebagian bsar instansi pemerintah. minimnya pengelolaan data dalam wadah sistem informasi yang handal. Konsekuensinya, kualitas data-data ASN masih belum dapat diandalkan validitasnya. Gambaran nasional ini merefleksikan situasi di sebagaian besar instansi pemerintah. tidak bisa dihindari bahwa lemahnya infrastruktur data pegawai akan bertali temali dengan kondisi sistem informasi.
  5. Lemahnya sistem informasi. Sistem informasi memiliki kelebihan dalam aspek sustainability. Logical frameworkdan integrasi data yang dibangun melalui sistem informasi memberikan dukungan yang signifikan dalam pengolahan data-data yang semakin komplek ketika manajemen talenta dilaksanakan. Ketersediaan pangkalan data pegawai yang selalu terupdate dalam wadah sistem informasi yang dapat diandalkan menjadi syarat keberlangsungan manajemen talenta. Di lingkungan birokrasi, hal ini akan memberikan dampak positif dihadapkan pada fakta adanya rotasi pegawai. Yang seting terjadi adalah ketika pegawai dipindahkan maka mekanisme yang dibangun akan menemui kendala dan tidak berkelanjutan. Sistem informasi mengurangi potensi-potensi masalah seperti ini. Manajemen talenta dilaksanakan berdasarkan prinsip transparansi dimana pegawai, pengelola SDM dan pimpinan yang terlibat dalam proses manajemen talenta dapat mengakses informasi secara terbuka. Keberadaan sistem informasi mewadahi kebutuhan adanya transparansi dan keterbukaan informasi ini. Pengelolaan managemen talenta dapat secara langsung dipantau oleh pimpinan melalui sarana ini. Tahapan-tahapan demi tahapan, langkah demi langkah terdokumentasi secara lengkap serta meminimalisir intervensi.
  6. Isu anggaran Setiap program yang dilaksanakan oleh instansi pemerintah akan berkonsekuensi pada kebutuhan dukungan sumberdaya finansial. Pun juga Manajemen Talenta Instansional ini. Baik pada tahapan penguatan infrastruktur awal maupun, tahap pengembangan lanjutan, maupun tahap pematangan. Dari sisi infrastruktur, sistem informasi akan memerlukan dukungan anggaran yang berkelanjutan. Ini logis mengingat sistem informasi perlu dikembangan kapasitas untuk mendukung operasional kegiatan yang semakin kompleks.

Rekomendasi

  1. Memulai dari infrastruktur dasar Manajemen talenta dalam operasionalisasinya memerlukan dukungan ketersediaan infrastruktur yang sebagian besar terkait erat dengan pengelelaan sumberdaya manusia dalam organisasi. Diantaranya adalah Data-data personal pegawai, data kinerja pegawai, data-data tentang potensi pegawai, data-data kompetensi adalah diantara kebutuhan data dasar yang dimiliki. Selain data-data kepegawaian, juga terdapat kebutuhan tentang informasi-informasi yang berkaitan dengan standarisasi dan regulasi. Peta jabatan, daftar jabatan kritis /critical occupation list, pola karier, standar kompetensi untuk jabatan-jabatan yang ada dalam lingkungan organisasi menjadi agenda awal dalam implementasi manajemen talenta di instansi.
  2. Ketersediaan basis data yang valid dan terupdate Manajemen talenta dalam operasionalisasinya memerlukan dukungan ketersediaan data-data dasar terkait pegawai yang perlu selalu terupdate. Data-data personal pegawai, data kinerja pegawai, data-data tentang potensi pegawai, data-data kompetensi adalah diantara kebutuhan data dasar yang harus terus diperbaharui. Dari data-data ini kemudian akan diolah dan dianalisis untuk memperoleh informasi. Memastikan ketersediaan data-data dasar pegawai yang selalu terupdate adalah pekerjaan rutin yang harus dilakukan. Unit yang bertanggungjawab pada pengelolaan SDM harus memastikan bahwa data-data yang menjadi tanggung jawab mereka adalah data-data yang real time, data-data terkini.
  3. Penambahan indikator penilaian kinerja spesifik yg merefleksikan misi instansi Dalam penilaian kinerja, terdapat kecenderungan untuk memberikan penilaian dengan kategori baik atau nilai tinggi untuk sebagian besar populasi. Dampaknya, data-data kinerja tidak akan terdistribusi secara normal. Untuk mengatasi hal ini diperlukan indikator-indikator spesifik lain yang merefleksikan fungsi dan tugas organisasi untuk menyeimbangkan penilaian lainnya.Indikator ini secara tidak langsung juga merefeksikan karakter organisasi yang kemudian diturunkan pada nilai-nilai yang harus dilaksanakan oleh individu-individu pegawai. Mengadopsi indikator-indikator spesifik organisasi semacam ini, akan memudahkan atau memberikan rujukan yang valid dalam penilain kinerja.
  4. Mempertimbangkan aplikasi metode-metode alternatif dalam proses implementasi manajemen talenta Tahapan pemetaan dan penilaian potensi dan kompetensi pegawai adalah salah satu tahapan yang harus diikuti seluruh pegawai. Pada praktiknya tahapan ini memerlukan waktu yang panjang. Dengan menggunakan model assesmen standar, konsekuensi kebutuhan waktu dan juga sumberdaya lain memang tidak bisa dihindari agar diperoleh hasil yang valid. Selain dua hal diatas, pelaksaanan pemetaan potensi secara klasikal dimana assesi hadir secara langsung, berkonsekuensi pada kebutuhan sumberdaya organisasi. Seiring dengan besarnya jumlah pegawai, maka semakin banyak pula sumberdaya yang harus dipersiapkan. Situasi ini yang kerap dihadapi oleh instansi dan menjadi kendala ketika ingin melakukan akselerasi implementasi. Untuk mengatasi kendala ini, saran dari assesor profesional dapat dipertimbangkan. Metode penilaian secara cepat/rapid assesment yang dilaksanakan daring menjadi alternatif yang logis. Di sisi lain, dengan alternatif ini dapat diupayakan optimalisasi dan efisiensi sumberdaya lembaga.
  5. Kolaborasi dalam pembangunan Sistem informasi Sistem informasi menjadi tulang punggung dalam implementasi manajemen talenta di lingkungan instansi. Melalui sistem informasi yang kredibel, data-data yang diperlukan dalam manajamen talenta dapat diolah dan menghasilkan informasi yang update dan valid. Selanjutnya informasi ini akan menjadi pertimbangan-pertimbangan dalam penetapan kebijakan terkait mobilisasi karier para pegawai yang berada dalam talent pool.Pembangungan sistem informasi yang bersifat padat modal perlu menjadi perhatian Kementerian PAN RB serta BKN. Tidak seluruh instansi dapat membangun sistem informasi sesuai kebutuhan dalam MTI. Solusi dari kebuntuan ini perlu segera diberikan agar tiap instansi dapat melaksanakan MTI dengan standar yang sama dan berkesinambungan. Sebuah sistem informasi yang terstandarisasi secara nasional diperlukan untuk memastikan MTI dapat terimplementasikan dalam skala nasional. Beberapa pemerintah daerah yang telah membangun sistem informasi MTI membuka peluang bagi instansi untuk mengadopsi sistem yang telah dibangung. Sebagai sebuah terobosan, upaya ini perlu diberikan perhatian yang serius dari Kemenpan RB dan BKN. Aspek percepatan serta efisiensi sumberdaya bagi pemerintah daerah yang didapatkan dari skema ini memberikan dampak positif yang besar dalam skala nasional.

 


Pendapat pembaca

Tinggalkan balasan