Terputar

Title

Artist


WNI jadi korban perusahaan online scam terus meningkat jumlahnya, di mana tercatat sejak tahun 2020 hingga tahun 2022 ada 1.018 WNI

Ditulis oleh pada Desember 11, 2022

WNI jadi korban perusahaan online scam terus meningkat jumlahnya, di mana tercatat sejak tahun 2020 hingga tahun 2022 ada 1.018 WNI yang menjadi korban perusahaan penipuan daring ini di beberapa negara Asia Tenggara antara lain Kamboja, Myanmar, Filipina, Laos dan Thailand.

Para korban tergiur karena diimingi gaji hingga US$ 1.200 atau sekitar Rp 18 juta, tanpa perllu kualifikasi khusus. Cukup hanya mereka diminta mengurus paspornya.

Diketahui, KBRI Phnom Penh bersama otoritas kepolisian Kamboja berhasil membebaskan 34 WNI yang mengaku disekap oleh perusahaan online scam di Poipet, Kamboja pada 9 Desember 2022. Ke-34 WNI itu terjerat lowongan kerja (loker) bodong yang disebar melalui jejaring sosial media.

Direktur Perlindungan WNI Kemenlu RI Judha Nugraha memberikan informasi terkait kabar terbaru dari 34 WNI tersebut. “Setelah mereka diselamatkan oleh kepolisian Kamboja, saat ini mereka sedang menjalani wawancara dan juga penyelidikan oleh polisi Kamboja yang ada di kota Poipet. Kondisi mereka saat ini dalam keadaan sehat dan aman,” tutur Judha saat dijumpai Jurnalis BTV secara online pada Minggu (11/12/2022).

Judha mengatakan mereka masih perlu menjalani proses wawancara dan penyelidikan sekitar seminggu sebelum diserahkan ke KBRI Phnom Penh. Setelah itu, para korban juga harus melalui prosedur lain seperti konseling psikologis dan screening form identifikasi korban tindak pidana perdagangan orang. Lebih lanjut, kepulangannya juga akan difasilitasi oleh KBRI.

“Di Indonesia pun kita akan lanjutkan rehabilitasi dengan Kemensos. Sedangkan untuk proses penegakan hukum (akan dilakukan, red) dengan pihak Bareskrim Polri,” jelas Judha.

Dari pendalaman yang dilakukan oleh Kemenlu RI, modus yang dilakukan oleh perusahaan online scam ini adalah menawarkan pekerjaan ke luar negeri lewat jaringan media sosial. Modus yang digunakan selama ini adalah menjanjikan pekerjaan, misalnya sebagai customer service dengan gaji yang fantastis antara US$ 1.000 sampai dengan US$ 1.200 tanpa kualifikasi khusus. Korban yang tergiur hanya diminta untuk mengurus paspor.

“Nah, begitu mereka sampai di negara tujuan mereka ternyata baru aware bahwa mereka diminta untuk melakukan scamming atau penipuan dengan berbagai macam modus di media sosial dan ketika mereka tidak bisa mencapai target yang ditetapkan, mereka mulai diancam,” ucap Judha.

Tentu praktik ilegal ini dilakukan tanpa adanya prosedur penempatan sesuai dengan undang-undang nomor 18 tahun 2017 tentang perlindungan pekerja migran Indonesia. Sehingga hak hidup dari para korban yang terjebak sangat dipertaruhkan.


Pendapat pembaca

Tinggalkan balasan