Para peneliti dari sejumlah negara diundang untuk mendalami pelaksanaan Konferensi Asia Afrika (KAA) pada 1955 yang diinisiasi Presiden pertama Soekarno
Ditulis oleh redaksi pada November 8, 2022
Para peneliti dari sejumlah negara diundang untuk mendalami pelaksanaan Konferensi Asia Afrika (KAA) pada 1955 yang diinisiasi Presiden pertama Soekarno. Indonesia ingin menghidupkan kembali nilai-nilai kolaborasi dalam peristiwa KAA dan perannya pada sejarah dunia.
Kegiatan ini pun dibuka dengan melaksanakan Bandung Belgrade Havana in Global History and Perspective bertajuk “Whats Dreams, What Challenge, What Projects for a Global Future” di gedung ANRI kawasan Ampera, Jakarta Selatan, Senin (7/11/2022).
Para peneliti itu ialah Annamaria Artner (Hungaria), Connie Rahakundini Bakrie (Indonesia), Isaac Bazie (Bukrina Faso/Canada), Beatriz Bissio (Brasil/Uruguay), Marzia Casolari (Italia), Gracjan Cimek (Poland), Bruno Drweski (Prancis/Polandia), Hilman Farid (Indonesia), Darwis Khudori (Indonesia/Prancis), Seema Mehra Parihar (India), Jean-Jacques Ngor Sene (Senegal/USA), Istvan Tarrosy (Hungaria), Rityusha Mani Tiwary (India), Nisar Ul Haq (India). Sejumlah peneliti dari ANRI juga ikut dalam penelitian itu.
Kepala ANRI Imam Gunarto mengatakan konferensi yang dilaksanakan hari ini diikuti oleh seluruh negara. Dia mengatakan pihaknya ingin menggali spirit KAA untuk dihidupkan pada saat ini.
“Jadi genetik, leadership Indonesia, yang kemudian sekarang diwujudkan dalam kepemimpinan G-20 itu tidak muncul begitu saja, tetapi ada gain-nya, sejak dulu kita itu bagian dari pewaris pimpinan dunia. Jadi, tidak heran kalau memang bangsa kita jadi bangsa pemimpin,” ujar Gunarto di sela-sela konferensi.
Salah satu peneliti Indonesia Darwis Khudori menambahkan KAA berangkat dari sebuah gerakan alternatif global. Dia mengatakan dunia sejak abad kelima didominasi oleh kekuatan Barat, mulai dari ekspedisi Christopher Colombus ke Amerika Selatan hingga pembunuhan di Amerika Latin.
“Bandung itu memberikan alternatif dia tidak memihak Barat maupun Blok Timur. Bandung itu merupakan manifestasi perjuangan melawan galaksi Barat,” kata Khudori.
Dia menerangkan KAA itu kemudian banyak melahirkan gerakan yang sama di berbagai penjuru dunia. Dia mencontohkan Konferensi Kairo yang mengikuti gerakan KAA. Khudori menilai KAA yang melahirkan Dasa Sila Bandung juga masih relevan dilaksanakan pada saat ini.
Sementara itu, anggota Komisi VI DPR Rieke Diah Pitaloka menilai semangat KAA masih relevan untuk saat ini. Rieke mengatakan dunia saat ini sedang mengarah pada perang dingin baru.
“Kalau melihat perang Rusia-Ukraina ini bukan hanya tentang Rusia dan Ukraina, ini persoalan dunia sehingga komitmennya bukan menyelesaikan perang dua negara tetapi komitmen bersama untuk dunia yang damai,” kata Rieke.
Dalam sambutannya secara virtual di acara tersebut, Presiden kelima Megawati Soekarnoputri mengulas soal sejarah gerak solidaritas bangsa-bangsa Asia-Afrika yang menyatu untuk memperjuangkan kemerdekaan dari kolonialisme dan imperialisme. Negara Asia-Afrika berkumpul dengan satu tekad, untuk mewujudkan perdamaian dunia yang saat itu terancam oleh Perang Dingin.
Megawati menyebut jika KAA dengan Dasa Sila Bandung, tidak hanya meletakkan prinsip nonintervensi atas kedaulatan bangsa lain. Namun, Dasa Sila Bandung telah menjadi piagam kemerdekaan bagi bangsa-bangsa yang berjuang melepaskan diri dari penjajahan.
“Maroko, Tunisia, Sudan, tadi saya sedikit cerita Aljazair adalah sedikit contoh negara-negara yang kemudian merdeka. Bangsa-bangsa yang baru merdeka tersebut benar-benar digerakkan oleh suatu tekad agar penjajahan di atas dunia harus dihapuskan karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan,” kata Megawati.
Megawati menceritakan soal sejarah selanjutnya yang mencatat, bagaimana KAA dan Gerakan Non-Blok menjadi satu napas perjuangan umat manusia bagi tata dunia baru, yakni mengedepankan penghormatan terhadap kemerdekaan, kesetaraan antarbangsa, keadilan, dan nilai-nilai kemanusiaan bagi terwujudnya perdamaian dunia.
“Karena itulah tidak berlebihan sekiranya saya mengatakan, bahwa Konferensi Asia-Afrika telah menjadi dasar dan roh, bagi terbangunnya solidaritas antar bangsa dan Gerakan Non-Blok menjadi wadah, menjadi gerakan pembebasan bangsa-bangsa dari himpitan perang dunia dan penjajahan yang masih berjalan pada waktu itu,” terangnya.