Jejak digital yang ditinggalkan saat berselancar di internet bisa menjadi celah masuknya kejahatan siber
Ditulis oleh redaksi pada Oktober 8, 2022
Jejak digital yang ditinggalkan saat berselancar di internet bisa menjadi celah masuknya kejahatan siber oleh orang yang tak bertanggung jawab. Selain hanya mengunggah hal-hal yang positif dan bermanfaat di internet, pengamanan digital dibutuhkan untuk mencegah kebocoran data selama berselancar di internet. Namun, ada beberapa cara untuk mengantisipasi bocornya jejak digital.
Demikian kesimpulan dalam webinar bertema “Tak Bisa Dihapus! Waspada Rekam Jejak Digital”, yang diselenggarakan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) bersama Gerakan Nasional Literasi Digital (GNLD) Siberkreasi.
Ketua Relawan TIK Solo Raya, Bambang Eka Purnama menyampaikan bahwa jejak digital adalah data yang tertinggal setiap kali beraktivitas lewat internet, seperti mengirim email, mengunjungi sebuah situs, hingga mengunggah di media sosial. Jejak digital bisa berdampak positif, sekaligus negatif.
Agar jejak digital yang ditinggalkan baik, ia menyarankan pengguna internet mengunggah hal-hal yang bersifat memotivasi, menginspirasi, atau berbagi pengetahuan dengan orang lain di internet. Namun, bisa juga mengunggah untuk promosi bisnis.
“Yang harus dihindari dalam beraktivitas di internet adalah memposting identitas diri, menyebarkan kabar bohong, menyebarkan ujaran kebencian, perundungan siber, atau menyebarkan pornografi. Itu adalah contoh rekam jejak digital yang buruk,” ujar Bambang melalui siaran pers, Sabtu (8/10/2022).
Praktisi pemasaran digital sekaligus dosen Sekolah Tinggi Agama Islam Al Muhajirin Purwakarta, Dian Ikha Pramayanti membagi rekam jejak digital menjadi dua, yaitu yang aktif dan yang pasif. Jejak digital aktif mencakup segala data yang dikirimkan di internet, seperti mengirim e-mail, mempublikasikan konten di media sosial, mengisi formulir daring, membagi lokasi, atau memberi komentar.
Sementara jejak digital pasif adalah jejak digital yang tertinggal secara tidak sengaja, seperti riwayat penelusuran di situs atau data cookies.
“Meski ada dampak positifnya, jejak digital juga tidak kalah membahayakan. Beberapa contohnya adalah pencurian identitas pribadi, seperti nomor induk kependudukan (NIK), akun berikut kata sandinya, serta digital expossure yang didapatkan dengan mengakses data pribadi oleh orang yang tak bertanggung jawab,” ucapnya.
Cara mengatur jejak digital, imbuh Dian Ikha, bisa dilakukan dengan mengatur pengaturan privasi di perangkat dan akun media sosial sesuai target unggahan. Lalu, dibiasakan untuk keluar atau log out setiap kali selesai beraktivitas di internet. Ia juga menyarankan untuk menggunakan akun berbeda untuk setiap aktivitas pekerjaan, berbelanja, maupun bermedia sosial.
Pengajar Universitas Muhammadiyah Jambi dan Institut Teknologi dan Bisnis Kalbis, M Muzaqi memberikan sejumlah cara untuk menghapus rekam jejak digital di internet. Beberapa di antaranya adalah menggunakan mode incognito saat berselancar di internet, menghapus semua cookies, menghapus riwayat penelusuran, menggunakan layanan DeleteMe, serta rajin memeriksa daya yang berpotensi bocor.
“Tidak ada yang aman 100% di dunia digital. Oleh karena itu, menjaga keamanan jejak digital sangat bergantung pada diri kita masing-masing. Jejak digital itu abadi. Maka, lakukanlah hal yang positif dan bermanfaat. Sebab, kalau tidak, bersiapkan menerima risikonya,” ungkapnya.
Dengan hadirnya program Gerakan Nasional Literasi Digital oleh Kemenkominfo diharapkan dapat mendorong masyarakat menggunakan internet secara cerdas, positif, kreatif, dan produktif.