HARI-HARI TERAKHIR JOKOWI: (8) Pilpres 24 Pesan Moral Jebakan Asing dan Aseng …
Ditulis oleh redaksi pada September 27, 2022
Sri-Bintang Pamungkas, Sudah lebih dari 20 tahun sejak saya dan kawan2 di Markas Sisingamangaraja pada akhir 2002 membakar Patung-patung Kertas para anggota Oligarki Asli. Dari 4 Patung Kertas yang kami buat, hanya 3 yang jadi: Amien, Akbar dan Mega… Entah kenapa Patung Gus Dur gagal dibuat. Banyak orang bicara Oligarki, tapi tidak tahu persis bagaimana sejarah terjadinya.
Adalah Gus Dur yang mengundang pertemuan di Rumahnya yang di Ciganjur hampir bersamaan dengan 10 November 1998 saat dimulainya Sidang Istimewa MPR-nya Habibie. Yang diundang adalah pimpinan tiga Parpol, PDIP, PAN dan Golkar, di samping PKB-nya Gus Dur sebagai Pengundang. Megawati, Amien Rais, dan Sri Sultan HB X datang. Sponsor Pertemuan Ciganjur itu adalah Eduard Sekky Suryadjaja, anaknya William Suryadjaja, pendiri Astra. Hasil Pertemuan dalam Sidang Tertutup itu adalah Deklarasi Ciganjur.
Selain memberikan dukungan terhadap SI-MPR, salahsatu isi Deklarasi adalah meminta agar demo-demo Mahasiswa dihentikan. Padahal demonstrasi Mahasiswa-mahasiswa itu, selain menuntut agar Kasus Pembunuhan empat Mahasiwa Trisakti diusut, juga menuntut agar Soeharto diadili dan memrotes Peristiwa Semanggi-I, di mana 16 Pemuda dan Mahasiswa terbunuh! Belum lagi tewasnya puluhan Pemuda Pam-Swakarsa yang direkrut Habibie untuk melindungi SI-MPR-nya. Pertemuan Ciganjur dianggap sebagai pengkhianatan terhadap Tuntutan Rakyat.
Terlepas dari Isi Deklarasi, ternyata ada Kesepakatan Ciganjur lainnya, yaitu lahirnya Oligarki Kepartaian: bahwa Indonesia selanjutnya akan dipimpin oleh sekelompok Oligark, yaitu PDIP, PAN, Golkar dan PKB. Kelihatannya HB-X tidak setuju, dia mundur dan digantikan oleh Akbar Tanjung mewakili Partai Golkar.
Kesepakatan Oligarki Ciganjur itu lalu diwujudkan dalam SI-MPR 1999 pasca Pemilu 99, di mana terpilih Amien sebagai Ketua MPR, Akbar sebagai Ketua DPR, Gus Dur sebagai Presiden dan Megawati sebagai Wakil Presiden… Budaya Politik Oligarki ini berlanjut sampai sekarang: Negara dipimpin oleh Sekelompok Orang saja yang merasa sangat berkuasa… Termasuk yang sekarang, di dalamnya adalah para Konglomerat Cina, Penguasa Uang, serta Boneka-boneka Asing dan Aseng…
Ke empat tokoh Oligarki itulah yang kemudian mendapat Amanat dari AS dan Koalisi Baratnya untuk mengubah UUD 45 Asli melalui Amandemen 1999-2002 menggunakan wadah MPR 1999. Perlu dicatat, bahwa MPR 1999 itu sendiri tidak absah, karena hanya 20 saja dari syarat minimal 32 anggota KPU yg menyetujui, yaitu 2/3 dari 48 anggota KPU. Ketua KPU Jenderal Rudini menyerahkan hasil Pemilu 99, yang lalu dinyatakan absah oleh Habibie…
Tetapi Amien Rais nekat memimpin Sidang-sidang MPR, yang sponsor dan pendukungnya adalah Asing, Aseng dan LSM-LSM Indonesia sendiri. Sejak awal banyak di antara kita yang tahu, bahwa Menteri Luar Negerinya Bill Clinton, yaitu Medeleine Albright, ketua NDI (National Democratic Institute) sudah hilir-mudik Washington, DC-Jakarta dengan membawa rombongannya serta menemui Amien Rais. Sudah bukan rahasia, banyak Orang kita yang terus “mengkeret” lalu “duduk bersimpuh” ketika menghadapi Asing, khususnya yang “bule-bule”…
Demikian pula Amien Rais… Apalagi NDI tidak hanya membawa Konsep Amandemen, melainkan juga uang berkarung-karung masuk ke Gedung MPR untuk dibagi-bagi… Berapa Amien mendapat bagiannya, harus ditanyakan kepada orang-orang dekatnya di Yogya dan UGM…
Dalam proses Amandemen yang berlangsung empat tahun itu, Orang-orang Cina Sontoloyo ikut menjadi sponsor, juga tidak hanya uang. James Riady dari kelompok Lippo, serta Liem Bian Koen, Liem Bian Kie dan lain-lain dari CSIS membantu keuangan dan konsep perubahan UUD 45. Tersedia helikopter untuk mondar-mandir mengangkut banyak tokoh partai dan Non-partai ke Lippo Karawaci guna mendapatkan briefing tentang apa yang harus diubah dari Konstitusi 18 Agustus 1945…
Sejumlah LSM, yang dicurigai di dalamnya adalah tokoh-tokoh YLBHI, mendirikan Koalisi Ornop (Organisasi Non-Pemerintah) untuk Konstitusi Baru dengan dukungan dana Asing. Juga dibentuk Cetro (Center for Electoral Reform) yang dipersiapkan untuk menangani Pemilu-pemilu berdasarkan Konstitusi Baru.
Bahkan dalam rangka penjatuhan Soeharto dan menjelang Pemilu 1999 dana Asing sudah digelontorkan ke LSM-LSM Indonesia… Lewat Adnan Buyung Nasution, USAID mengucurkan 26 juta USD. Mereka membentuk IFES (International Foundation for Electoral System), Unfrel (University Network for Free and Fair Election) serta KIPP (Komisi Independen Pemantau Pemilu). Bill Clinton sempat mengirim Jimmy Carter untuk sekedar menyatakan Pemilu 1999 telah berjalan baik dan demokratis… Penjatuhan Soeharto dan Amandemen UUD membikin banyak LSM Indonesia berpesta pora…
Sekalipun puluhan pasal dan ayat sudah dibuat untuk mengobrak-abrik UUD45 Asli, tapi saya selalu mengingatkan tidak lebih dari 5 (lima) saja yang diinginkan pihak Asing dan Aseng untuk menghancurkan Sistim Kenegaraan RI, menjauhkan dari Cita-cita Proklamadi 45. Pertama adalah menghilangkan peran MPR lewat Pasal 1 ayat 2, bahwa MPR bukan lagi menjalankan sepenuhnya Kedaulatan Negara di tangan Rakyat. Keberadaan MPR yang mempunyai kewenangan seperti ini sungguh ditakuti Dunia Barat. Karena itu MPR harus dibunuh dan dimatikan perannya.
Ke Dua adalah Pasal 6, di mana Presiden dan Wakil Presiden adalah Orang Indonesia Asli, pun kata “Asli”-nya harus dihapuskan. Ini adalah upaya penghilangan Jatidiri Pribumi, mirip dengan upaya pemusnahan masal. Tidak ada lagi kebanggaan terhadap Sriwijaya, Majapahit dan Nusantara yang membentang dari Utara-Barat Australi sampai Timur Afrika. Tidak ada lagi sejarah kemenangan Raden Wijaya atas Kubilai Khan… pada saat Amerika masih dihuni para Indian…
Yang ke tiga adalah hilangnya Pasal 16 tentang Dewan Pertimbangan Agung, sebuah Dewan Nasional yang memberi nasihat kepada Presiden sebelum membuat keputusan-keputusan penting kenegaraan. Dewan Nasional ini penting mengingat Indonesia yang luas, berupa kepulauan dan beragam dalam banyak hal dari Sabang sampai Merauke.
Yang ke empat adalah perubahan lewat Pasal 33, di mana Ekonomi Pancasila berdasarkan Asas Kekeluargaan diubah menjadi Demokrasi Ekonomi berdasarkan Kapitalisme, Liberalisme, Individualisme dan Neo-Kolonialisme. Rakyat Indonesia tidak lagi bisa menikmati kekayaan alamnya sebagai Anugerah dari Tuhan Yang Maha Kuasa demi kemakmuran dan keadilan Bangsanya, melainkan harus didasarkan pada Siapa yang Kuat, Dialah yang Dapat… di Dunia.
Dan yang ke lima adalah Pasal 28 yang ditambah-tambah dengan Pasal-pasal Hak-hak Asasi Manusia. Padahal RI sudah punya Pasal HAM itu, sebelum ada Declaration of Human Rights dari PBB pada 1948. Pasal-pasal HAM tambahan ini adalah cuplikan dari Pasal-pasal Konvensi HAM PBB tentang Hak-hak Individu atau Hak orang-per-orang… Bukan hak Warga Negara atau Rakyat Indonesia. Jadi siapa pun yang tinggal di Indonesia, tanpa peduli apakah dia Warga Negara Indonesia atau bukan, bahkan tanpa peduli apakah dia Penjahat atau bukan…
Perubahan-perubahan UUD45 itu harus dibaca bahwa WNI, sekalipun dia Indonesia Asli, tapi dia tidak mempunyai hak istimewa atas Tanah Tumpah Darahnya… Pasal-pasal HAM Asing ini memang sengaja disusupkan untuk menghapus Nasionalisme Indonesia agar Indonesia menjadi Milik Bersama Dunia…
Konstitusi baru hasil upaya Obrak-Abrik pihak Asing, Aseng dan para Boneka Domestik ini dijadikan dasar untuk Pemilu 2004 dan seterusnya hingga sekarang, dan nanti di 2024. Seluruh Rakyat sudah merasakan hasilnya. Indonesia sudah benar-benar diobrak-abrik, sementara Rakyatnya yang tetap miskin ada lebih dari 100 juta. Banyak yang tidak sadar, termasuk para Mahaguru dari 30-an Perguruan Tinggi Swasta di Yogyakarta plus Universitas Gajah Mada, konon universitas terbaik di seluruh Indonesia, yang baru-baru ini menyampaikan Pesan Moralnya mendukung Pemilu/Pilpres 2024..
Konstitusi hasil Obrak-Abrikan dari 1999 sampai 2002 ini disebut pula sebagai UUD 18 Agustus 1945… Tidak perlu seorang PhD macam Rektor UGM atau Doktor macam Jimly Asshiddiqie, cukup seorang Sarjana Hukum S1, pun tahu itu pidana Pemalsuan dalam Pasal 263 KUHP, yang ancaman hukumannya lumayan tinggi.
Tetapi masalahnya tidak cuma soal Palsu itu… Hancurnya RI dari sebab UUD Palsu hasil rekayasa Asing, Aseng dan Boneka-boneka Domestik ini justru dilestarikan setiap kali oleh Pemilu/Pilpres lima tahunan itu…! Masak orang macam Jimly dan Rektor UGM tidak tahu… atau tidak pernah membaca (baca: Buta Konstitusi) bagaimana rusaknya Indonesia, sekiranya kerusakan itu dilestarikan terus lewat Pemilu/Pilpres 2024. Siapa pun yang terpilih, seandainya Pemilu/Pilpres 2024 terjadi, maka Rezim Baru ini akan tetap saja bekerja lewat Sistim Yang Rusak-rusakan ini. Karena itu, Pemilu/Pilpres 2024 harus ditolak… dan ditiadakan! Juga Rezim Jokowi! Mereka yang ikut Pencalonan untuk 2024, pada hakekatnya, adalah Boneka-boneka Asing-Aseng!
Kalau Jimly, saya tahu… Tanpa UUD Palsu ini dia tidak mungkin menjadi Ketua Mahkamah Konstitusi. Tetapi menyebarluaskan UUD Palsu ini termasuk pula menjadi Pemalsu… Meskipun kita semua harus berterimakasih kepadanya, karena Pasal 134, 136 bis dan 137 KUHP tentang Penghinaan terhadap Presiden/Wakil Presiden dicabutnya dengan berani. Mungkin saja Rektor UGM takut dicopot oleh Jokowi yang mengaku seniornya di UGM… Tidak usah hirau Jokowi… Selamatkan Indonesia!
Jakarta, 25 September 2022
@SBP