Mempertanyakan Dana Mesjid: Untuk Mesjid Saja Atau Boleh Juga Untuk Mustahik?
Ditulis oleh redaksi pada September 3, 2022
Seorang anak murid kelas 1 sebuah MI di RW 05 Palmerah, Jakarta Barat sudah seminggu menderita sakit tipus. Ayahnya hanya seorang pegawai honor di SMP yang berlokasi di RW 16 Palmerah, Jakarta Barat tidak jauh dari sekolah.
Kabarnya si anak kecil ini sudah seminggu di rumah karena orang tuanya tidak punya BPJS sehingga tidak dapat rujukan Ke Rumah Sakit Bakti Mulia, KS. Tubun atau RS IKTT, Kemanggisan, Jakarta Barat. Atau rujukan tidak dipakai lantaran alasan tertentu.
Mungkin karena kesulitan uang maka anak kecil ini harus menahan sakit di rumah saja. Kawan – kawan kelas 1 di MI mungkin hanya ikut menyumbang Rp. 10.000 per orang dalam kelas plus tambahan Rp. 500.000 uang kas sekolah.
Yang aneh mengapa orang tua tersebut tidak urus BPJS? Dan berupaya mendapatkan bantuan uang dari DKM Mesjid yang selalu diumumkan sudah mencapai Rp. 50an juta saldonya setiap hari Jumat.
Menurut pengamatan kami uang mesjid hanya dipakai untuk memperindah mesjid seperti mengecat ulang, perbaikan kipas angin, beli karpét dll. Tapi tidak pernah dipakai untuk membantu warga yang kesulitan seperti kurang makan, tidak bisa ke dokter, tidak mampu bayar iuran sekolah dan lainnya.
Uang mesjid pun tidak dikelola sebagaimana dana Baitulmal wal tamwil (BMT) kepada pelaku usaha mikro dari sekitar warga mesjid agar terhindar dari RENTENIR atau personal yang berlaku seolah KOPERASI. Praktis mesjid seakan menjauh dari warga sekitar.
Mesjid pun hanya ada pengajian orang dewasa. Tidak ada perhatian untuk mengajarkan ke anak – anak kecil. Mungkin hanya orang dewasa saja yang ingin masuk surga? Hingga akhirnya ada kejadian seorang anak yang tinggal tepat sebelah mesjid berlatih mencuri.