Terputar

Title

Artist


Kemiskinan Sumatera Barat Akibat Belenggu Sosial Budaya

Ditulis oleh pada Juli 18, 2022

 

Oleh Labai Korok

Berdasarkan data BPS Sumatra Barat pada Maret 2022 jumlah penduduk miskin di Sumatera Barat mencapai 335,21 ribu orang. Dalam mengukur kemiskinan ini menggunakan konsep kemampuan memenuhi kebutuhan dasar.

Sehingga kemiskinan Sumbar itu adalah ketidak mampuan dari sisi ekonomi untuk memenuhi kebutuhan dasar makanan dan bukan makanan yang diukur dari sisi pengeluaran.

Persoalan masyarakat miskin di Sumatera Barat merupakan permasalahan bersama yang sudah coba diselesaikan oleh Pemerintah Provinsi dari satu Gubernur ke Gubernur secara sistimatis. Dilihat dari data statistik telah banyak program-program yang direalisasikan untuk pengentasan masyarakat dari kemiskinan tersebut seperti 10 persen anggaran daerah fokus untuk pertanian.

Menurut pemikiran Penulis kemiskinan Sumbar itu terjadi karena faktor sosial budaya Minangkabau. Kesimpulan Penulis merupakan kemiskinan yang terbelunggu oleh adat istiadat “nan bapakai dalam keseharian atau budaya kebiasaan bermewah ala hidup orang Minang”.

Diantaranya adalah ada sosial budaya Minang yang dipakaikan ; “indah baso karano rokok, indah budi karano siriah”. Filosofi ini tertuang dalam petatah petitih keseharian urang Minangkabau, maka marokok sebagai kekuatan basa-basi kebersamaan orang minang.

Akibat faktor rokok sebagai objek pergaulan sosial keindahan basa basi di Sumatra Barat ini, sehingga rokok menjadi indikator pertama membuat orang Sumbar miskin (Data BPS 2022). Lebih baik membeli rokok dari pada membeli beras untuk anak-bini.

Budaya lain adalah laki-laki di Minangkabau mimiliki kebiasaan yang suka duduk/nongkrong di lapau. Budaya balapau merupakan budaya tertua di Ranah Minang ini, sehingga dengan suka balapau, laki-laki di Minangkabau bisa menghabiskan waktu di lapau/warung berjam-jam.

Mereka tidak mengenal waktu, terkadang telah terpakai waktu produktif untuk bekerja, yang seharusnya waktu produktif tersebut bisa dimanfaatkan ke ladang, ke sawah, berkebun, beternak, dll. Sehingga, waktu produktif yang tersedia tidak mendatangkan penghasilan/uang.

Setelah itu kemiskinan yang terjadi di Minangkabau disebabkan juga oleh prosesi adat istiadat pernikahaan/perkawinan yang rumit dan berlebihan. Prosesi yang dimaksud disini adalah adanya tekanan dan tuntutan adat istiadat kepada pihak keluarga laki-laki atau perempuan untuk memberikan uang hilang/uang jemputan/uang dapur/uang seisi kamar atau “maisi adai salangko-langkoknyo untuk perkawinan”.

Setelah itu mengadakan acara pesta perkawinan dan pernikahan yang berlebih-lebihan tanpa mempertimbangan manfaat dan mudaratnya tersebut. Terkadang lah gadang singulung pado baban.

Sehingga dengan adanya prosesi adat istiadat yang seperti itu, menyebabkan orang tua terpaksa menjual semua harta benda. Gadai menggadaikan pusaka tinggi untuk mendapatkan uang terjadi. Selesai perkawinan/pernikahaan semua harta benda sudah tidak adalagi. Hutang terjadi dimana-mana.

Mahalnya biaya prosesi adat istiadat tersebut, berakibat juga terjadilah perkawinan antara orang miskin dengan orang miskin. Wanita miskin terpaksa dicarikan pasangan dengang lelaki miskin. Wanita yang tidak bapunyo akan dipertemukan dengan laki-laki yang berkehidupan sansai juga.

Dengan efek budaya yang berbiaya tinggi, yang pada akhirnya pasangan ini tidak bisa keluar dari kemiskinan. secara teori biologis, karena adanya ”gen resesif” kimiskinan yang selalu berkembang di tengah masyarakat Minangkabau.

Apabila diurai, penyebab kemiskinan akibat sosial budaya memiliki banyak faktor. Kedepan, tinggal bagaimana Kita menyikapi agar pengentasan kemiskinan ini bisa dilaksanakan dan direaliasikan dengan baik. Diharapkan tidak adalagi orang miskin di Sumatra Barat ini.

Doa dengan program Gubernur Sumbar yang konsen dengan sektor pertanian, UMKM, Prawisata maka 5 atau 10 tahun ke depan tidak ada lagi masyarakat Minangkabau ini yang miskin, dan berharap semua masyarakat telah mendapatan kemakmuran dan kesejahteraan[*].


Pendapat pembaca

Tinggalkan balasan